Transformasi Bentuk dan Makna Ragam Hias Indonesia

Pengaruh kesenian Zaman Prasejarah masih terasa sampai kini. Kesenian Indonesia lama tersebut masih eksis dan hidup di beberapa daerah terpencil di Indonesia. Ketika datang pengaruh India, tidak berarti kesenian prasejarah beralih menjadi Hindu, justru kepercayaan kuno ini mendapat padanannya yang menarik dalam sistem kekuasaan dewa-dewa Hindu. Ragam hias prasejarah tersebut mampu menerobos ke dalam hegemoni seni klasik, sampai masa Islam dalam aspek filosofisnya. Masuknya pengaruh Islam ke Indonesia yang melarang penggambaran makhluk yang bernyawa tidak mematikan gairah seni, justru mendorong semakin suburnya gaya stilasi ragam hias. Seniman muslim menyamarkan atau mengubah dari bentuk nyata realis menjadi bentuk dekoratif yang kaya. Gaya ini dibentuk dengan mengadopsi tradisi seni Indonesia Hindu yang disesuaikan dengan kebudayaan Islam pada waktu itu. Sebenarnya stilasi sudah lama ada dan dilakukan sejak masa Hindu-Budha dengan konsep "apa saja yang mempunyai persamaan sifat dianggap sama pula dalam hakikatnya". Sepintas lalu prinsip sederhana yang membolehkan apa saja boleh, waton podho ini, kenyataannya telah melahirkan karya yangsungguh mencengangkan. Fakta demikian menunjukkan bahwa perkembangan ragam hias dari zaman ke zaman terjalin hubungan dan kontinuitas yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan bentuknya berjalan secara evolutif artinya, yang lama bercampur dengan yang baru, sekalipun rezim kekuasaan sosial politik berubah dari kekuasaan Hindu-Budha berganti ke kekuasaan Islam. Transformasi ragam hias tersebut menunjukkan terjadinya sinkretisme budaya (bukan singkretisme agama). Kesenian yang unik ini tidak akan berkembang dengan baik di masa yang akan datang, jika hanya dilihat dari jendela kecil agama (fikih)