TRADISI ADAT KHATAMAN AL-QUR’AN PADA ACARA PERNIKAHAN DI DESA SEKERNAN MUARO JAMBI (Studi Living Qur’an)

Khataman Al-Qur‟an merupakan suatu tradisi yang sudah banyak dilakukan oleh umat Islam di Indonesia. Pada umumnya, kegiatan khataman Al-Qur‟an dilakukan dengan membaca keseluruhan dari Al-Qur‟an. Khataman Al-Qur‟an ini biasanya dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur, mengharapkan keberkahan, mempererat silaturahmi, dan sebagai doa baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Akan tetapi, pelaksanaan tradisi khataman Al-Qur‟an di Desa Sekernan memiliki prosesi dan pemaknaan berbeda. Praktik khataman Al-Qur‟an yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sekernan menjadi bagian dari prosesi pernikahan. Dalam pembacaannya, dimulai setelah prosesi arak-arakan dan menimbang pengantin dengan membaca sepuluh surat terakhir dari Al-Qur‟an. Tradisi ini sudah ada sejak lama dan keberadaannya dipengaruhi oleh pemahaman mereka sehingga menjadikan tradisi ini tetap bertahan sampai saat ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian lapangan (field research) dengan metode kualitatif. Penelitian ini merupakan kajian living Qur‟an, yang dibantu dengan teori simbolik-interpretatif Clifford Geertz untuk menjelaskan pemaknaannya. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini mengenai pelaksanaan tradisi adat khataman Al-Qur‟an pada acara pernikahan di Desa Sekernan, dan makna yang terkandung di dalam praktik tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan 12 informan yaitu selaku ketua adat, kepala desa, sekretaris desa, sesepuh desa, guru ngaji, dan masyarakat umum. Adapun analisis data yang dilakukan yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan: pertama, pelaksanaan tradisi khataman Al-Qur‟an di Desa Sekernan pada acara pernikahan diawali dengan prosesi arakarakan, menimbang pengantin, dan diakhiri dengan pembacaan khataman Al-Qur‟an yang dibaca mulai surat al-d}uh}a> sampai akhir surat al-na>s. Adapun tujuan adanya tradisi ini adalah agar pengantin diberi keselamatan di dunia dan akhirat, dapat memperdalam ilmu agama, membahagiakan kedua orang tua, dan menghormati peninggalan para leluhur. Kedua, tradisi adat khataman Al-Qur‟an pada acara pernikahan dilihat sebagai simbol yang memiliki makna pendidikan agama, birrul wa>lidain, keistimewaan Al-Qur‟an, dan sebagai media dakwah. Tradisi ini hadir dari perasaan seperti kebahagiaan, motivasi yang kuat untuk orang lain dan keyakinan masyarakat mengenai konsep agama tentang pendidikan agama, birrul wa>lidain, dan keistimewaan Al-Qur‟an. Konsep tersebut memiliki ultimate meaning sebagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan, pahala, syafaat, dan keselamatan dunia akhirat. Keyakinan tersebut didasari atas dogma berupa ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadis. Adapun beberapa ayat dan hadis yang mendasarinya adalah QS. al-tah}ri>m : 6, QS. Alal- A’ra>f : 199, QS. S}a>d : 29, H.R Musnad Ahmad nomor 19074, H.R Shahih Muslim nomor 42, H.R Shahih Bukhari nomor 4694