ANALISIS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN MURABAHAH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (STUDI KOMPARASI BMT UMY DAN BMT BINA IHSANUL FIKRI (BIF)

Pembiayaan bermasalah ialah pembiayaan yang tidak lancar, pembiayaan dimana anggotanya tidak memenuhi persyaratan atau tidak menepati jadwal angsuran, pembiayaan yang memiliki potensi merugikan BMT dan memiliki potensi menunggak dalam satu waktu tertentu yang mengakibatkan terjadinya pembiayaan bermasalah, sehingga pihak BMT harus melakukan penyelesaian permasalahan tersebut. Dalam penelitian ini pembiayaan dalam produk pembiayaan murabahah khususnya di BMT menempati pembiayaan yang paling diminati atau paling dominan yang digunakan oleh nasabah. Sejalan dengan praktek pembiayaan yang paling diminati dan dominan maka pembiayaan murabahah juga merupakan pembiayaan yang paling sering mengalami masalah. Hal ini dapat disebabkan oleh risiko pembiayaan, faktor internal bank maupun faktor eksternal (nasabah), force majeure (pandemi Covid-19) atau adanya ketidaksuaian dengan hukum Islam dan Hukum Positif sehingga menyebabkan NPF. Jenis penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan normatif yuridis. Sedangkan metode analisis data yang digunakan ialah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam metode pengumpulan data peneliti menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah pada produk pembiayaan murabahah di BMT UMY dan BMT BIF dalam hukum Islam sesuai dengan Fatwa DSN No: 04/DSN-MUI/IV/2000 yang mengutamakan musyawarah sebelum diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syariah. Selain itu juga selaras dengan Al-Qur‟an, Hadist, kaidah Ushul Al-fiqh, ijma‟ dimana jual beli yang dilakukan tidak mengandung unsur paksaan atau suka sama suka. Dalam hukum positif hal ini sesuai dengan Pasal 55 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Namun, jika dengan musyawarah masih tidak ada kesepakatan, maka digunakan ganti rugi berupa jaminan biasanya benda bergerak seperti dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Selain musyawarah, pada BMT UMY dalam upaya iii penyelesaian pembiayaan bermasalah pada produk pembiayaan murabahah dilakukan dengan musyawarah, penagihan melalui telefon, melalui Surat Peringatan (1-3), melalui On The Spot (OTS), dan menjual jaminan. Sementara itu, disamping musyawarah, penagihan melalui telefon, melakukan tindakan persuasif kepada anggota, menjual jaminan yang diagunkan, melapor kepada pihak yang berwajib (polisi), BMT BIF juga menerapakan rescheduling dan reconditioning. Namun di BMT UMY tidak menerapkan rescheduling dan reconditioning