ANALISIS MAQASID ASY-SYARI’AH TERHADAP PERNIKAHAN YANG MENGGUNAKAN MAHAR TEKS SUMPAH PEMUDA (STUDI KASUS PADA FORUM TA’ARUF INDONESIA DI YOGYAKARTA)

Pemberian mahar atau maskawin kepada perempuan merupakan perkara yang wajib dilakukan seorang laki-laki atau suami ketika aqad nikah, mahar tersebut tidak dimaksud sebagai alat pembayaran untuk membeli perempuan dari orang tuanya, untuk kemudian diperlakukan sekehendak hati laki-laki, pemberian mahar ini merupakan perintah dari Allah untuk dilaksanakan sebagai syarat nikah. Mahar bisa berupa materi maupun non materi. Maka dari itu ada semacam hikmah yang perlu dikaji lebih mendalam bahwa mahar menunjukkan kesakralan sebuah aqad nikah dalam menghormati kedudukan wanita dan pihak keluarganya, disamping mahar juga bisa menjadi pertanda atas kesungguhan niat baik pihak laki-laki untuk membangun rumah tangga. Di Yogyakarta terjadi penikahan yang unik, dimana pernikahan ini menggunakan mahar berupa pengucapan sumpah pemuda. Hal ini merupakan yang baru menurut penyusun. Fenomena seperti ini sangat jarang terjadi, pernikahan ini diselenggarakan oleh forum ta’aruf indonesia (Fortais) atau yang biasa dikenal oleh masyarakat jogja golek garwo. Berdasarkan hal ini penyusun tertarik untuk meneliti pandangan para tokoh golek garwo atau fortais. Atas dasar apa mereka memperbolehkan pernikahan menggunakan mahar berupa sumpah pemuda. Metode yang penyusun gunakan dalam penelitian ini ialah melalui wawancara untuk menggali informasi dari tokoh-tokoh fortais atau golek garwo Yogyakarta, yang dianalisis dengan metode berfikir deduktif. Sedangkan teori yang akan penyusun gunakan untuk melakukan analisis dalam penelitian ini dengan memakai teori maqasid asy-syarî’ah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para tokoh fortais atau golek garwo Yogyakarta berbeda-beda dalam memberikan pandangan mereka mengenai pernikahan menggunakan mahar berupa pengucapan sumpah pemuda. Ada yang memperbolehkannya dan ada juga yang melarang. Seperti pandangan dari tokoh pendiri pendiri fortais berpendapat bahwa boleh menggunakan mahar tersebut dengan alasan membangkitkan kesadaran nasionalisme. Selanjutnya tokoh kedua selaku pembina memperbolehkan dengan alasan, ini merupakan perluasan makna dalil mahar itu sendiri, jika diamalkan bisa menjadi kemaslahatan besar untuk negara. Dan yang terakhir dari tokoh ketiga selaku penasehat, tokoh terakhir berbeda pendapat dengan narasumber sebelumnya. Beliau mengatakan tidak boleh menggunakan mahar tersebut, seandainya jika tetap ingin memakai mahar tersebut, maka harus disandingi dengan mahar yang lain berupa seperangkat alat salat, emas, uang dan sebagainya. Jadi alasan kenapa tokoh forum ta’auf indonesia memperbolehkannya menggunakan mahar berupa teks sumpah pemuda adalah dengan alasan bentuk pelestarian terdapat rasa nasionalisme