Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Iklan Kosmetik Yang Menyesatkan (Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)

Pertumbuhan industri globalisasi yang menghasilkan dalam bidang kosmetik semakin meningkat. Terdapat berbagai keamanan iklan kosmetik khususnya produk kosmetik yang menngalami kerugian akibat tidak transparannya iklan, sehingga pemerintah perlu membuat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen. Dalam kaitannya hal tersebut penelitian memfokuskan pada 2 (dua) permasalahan yaitu; Pertama, Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen yang dirugikan akibat iklan kosmetik yang menyesatkan? Kedua, Bagaimana penanganan atas keluhan-keluhan konsumen berkaitan dengan kosmetika yang bermasalah? Penelitian yang merupakan penelitian yuridis normatif, dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (lega/ yuridis approach). Pendekatan tersebut dengan melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Hukum Perlindungan Konsumen, Hukum Kesehatan, dan Hukum tata Krama Periklanan, dan Hukum Periklanan, serta beberapa peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang dengan kosmetik. Kesadaran hukum masyarakat sebagai konsumen masih sangat rendah untuk mampu memperjuangkan hak-hak konsumen yang dimilikinya. Masih kurangnya kesadaran konsumen, untuk mengadukan masalah yang dialaminya kepada penegakan hukum dalam hal ini kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, kepolisian selaku Institusi yang berenang langsung dengan pengawasan dan penyelesaian sengketa konsumen antara pelaku usaha dan konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam menyelesaikan sengketa konsumen, sering mendapat kendala subtansi Undang-Undang Perlindungan Konsumen belum memadai sehingga putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang sudah final dan mengikat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen pasal 54 ayat (3), apabila para pihak tidak mematuhi secara sukarela, dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut sehingga putusan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Untuk peningkatan budaya atas keberadaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen penulis menyarankan untuk melakukan sosialisasi hukum perlindungan konsumen melalui pendidikan perlindungan konsumen secara bertahap dan berjenjang, yaitu melalui jenjang pendidikan formal dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan untuk ke masa depan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah perlu membentuk undang-undang yang berhubungan dengan perlindungan konsumen di Indonesia. Kata Kunci: Pelindungan Konsumen, Iklan Kosmetik, Iklan yang menyesatka