Perkembangan Konstruksi Hukum Teori Penyertaan Tindak Pidana Dan Penerapannya Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Nomor 129/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst.)

Tindak pidana korupsi merupakan jenis kejahatan kerah putih yang kerap dilakukan secara sistematik dan berkelompok sehingga melibatkan lebih dari satu orang pelaku. Untuk menjangkau pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan secara sistematis dan berkelompok, perlu diterapkan teori penyertaan tindak pidana, sementara Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menjadi dasar penerapan teori tersebut dirasakan tidak lagi sesuai dengan perkembangan delik-delik yang terjadi dengan menggunakan cara-cara yang dikemas dalam aturan-aturan hukum terbaru, seperti halnya dalam Putusan Pengadilan Nomor 129/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst. atas nama terpidana Mulyadi Supardi yang diadili atas tindak pidana korupsi yang dilakukan menggunakan sarana perseroan terbatas, padahal yang bersangkutan berada di luar struktur perseroan tersebut, namun sebenarnya sebagai pemegang kendali atas tindakan perseroan. Dari kasus tersebut ditarik permasalahan mengenai bagaimana konstruksi hukum atas teori penyertaan tindak pidana terhadap pelaku peserta di luar struktur perseroan terbatas, namun memegang kendali atas tindakan perseroan yang dikemas secara yuridis dalam melakukan tindak pidana korupsi, dan bagaimana rekonstruksi teori penyertaan tindak pidana yang ideal dalam pembaharuan hukum pidana. Melalui metode penelitian hukum normatif yang bertipe deskriptif dengan menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai bahan hukum primer atas studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Nomor 129/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst. yang telah berkekuatan hukum tetap, ditemukan kesimpulan bahwa orientasi keadilan substansial sebagai tujuan hukum akan mampu menjangkau pertanggungjawaban pidana dari pelaku yang berada di luar struktur perseroan terbatas tersebut dengan melakukan perluasan makna atas teori penyertaan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sehingga dapat dimasukkan pada kategori penganjuran untuk melakukan tindak pidana di dalam konstruksi penyertaan tindak pidana. Perluasan makna atas teori penyertaan tindak pidana dengan berorientasi pada keadilan substansial kemudian dianggap perlu untuk dimasukkan dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam rangka pembaruan hukum pidana guna merekonstruksi teori penyertaan tindak pidana ke dalam bentuk hukum positif demi memberikan kepastian hukum./ Corruption is a type of white-collar crime that is often carried out systematically and in groups so that it involves more than one perpetrator. In order to reach the criminal responsibility for criminal acts that committed systematically and in groups, it is necessary to apply the theory of participation in criminal acts, while the Article 55 of the Indonesian Criminal Code as the basis to apply the theory is felt to be no longer in appropriate with the development of offenses that occurred by using methods which in accordance with the latest other regulations, as is the case in Court Decision No 129/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst. on behalf of the convict Mulyadi Supardi who was put on trial for a criminal act of corruption committed using a limited liability company, even though the person concerned is outside the company structure, but is actually the holder of control over the company's actions. From such case, problems that were drawn on was how is the legal construction of the theory of the participation in criminal acts against the participating actors outside the structure of the limited liability company, but controlling the company's actions which were legally under regulations in committing criminal acts of corruption, and how to reconstruct the ideal theory of participation in criminal acts in reform of Indonesian criminal law. Through the normative legal research methods of descriptive type using statutory regulations as primary legal material for case studies on Court Decisions Number 129/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst. which has permanent legal force, it is concluded that the orientation of substantial justice as a legal objective will be able to reach criminal liability from actors who are outside the structure of the limited liability company by expanding the meaning of the theory of participation in criminal acts as regulated in Article 55 of the Indonesian Criminal Code, so that it can be included in the qualification of recommendation to commit a criminal act in the construction of participation in criminal act. The expansion of the meaning of the theory of participation in criminal acts with the orientation to substantial justice was then deemed necessary to be included in the Draft of the new Indonesian Criminal Code in the context of reforming criminal law in order to reconstruct the theory of participation in criminal acts into a positive legal form, in order to provide legal certainty