Tanggung Jawab Direksi Terhadap Tindak Pidana Yang Bertujuan Memperkaya Korporasi Lain(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 41/PK/PID.SUS/2015)

Latar Belakang: Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perseroan Terbatas ketika mengalami kerugian dalam jumlah sangat besar akibat keputusan Direksi, berpotensi dari perkara perdata menjadi perkara pidana. Permasalahan: (1) Bagaimana tanggung jawab direksi terhadap tindak pidana yang bertujuan memperkaya korporasi lain? (2) Bagaimana perlindungan hukum terhadap direksi BUMN dalam pengambilan kebijakan bisnis sehingga dapat terhindar dari ancaman pidana korupsi? Metode Penelitian: Metode penelitian ini adalah yuridis normatif. Pembahasan: Tanggung jawab direksi terhadap tindak pidana yang bertujuan memperkaya korporasi lain adalah secara pidana dapat dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait dengan merugikan keuangan negara. Pertanggungjawaban secara perdata, maka direksi yang terbukti melakukan kebijakan yang bertujuan memperkaya korporasi lain, bertanggungjawab mengganti kerugian perseroan. Namun demikian dalam penelitian ini, oleh karena Hotasi Nababan selaku Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airline mengambil kebijakan dengan prinsip itikad baik, maka seharusnya lepas dari segala bentuk pertanggungjawaban. Perlindungan hukum terhadap direksi BUMN dalam pengambilan kebijakan bisnis sehingga dapat terhindar dari ancaman pidana korupsi terbagi menjadi 2 (dua), yaitu secara preventif, direksi BUMN yang akan mengambil kebijakan strategis, maka perlu untuk menetapkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang disetujui oleh RUPS. Keywords: Responsibilities, Directors, CorporationPerlindungan hukum secara represif adalah penggunaan prinsip business judgement rule yang dimaksudkan untuk melindungi direksi dan karyawan, yang beritikad baik, dari pertanggungjawaban secara pribadi akibat keputusan bisnis yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan.Kata Kunci:Tanggung Jawab, Direksi, Korporasi. / Background: A State-Owned Enterprise in the form of a Limited Liability Company when it suffers a very large loss due to the decision of the Board of Directors, has the potential to turn a civil case into a criminal case. The problems: (1) What is the responsibility of the board of directors for criminal acts aimed at enriching other corporations? (2) How is the legal protection for BUMN directors in making business policies so that they can avoid the threat of corruption? Research Methods: This research method is normative juridical. Discussion: The responsibility of the board of directors for criminal acts aimed at enriching other corporations is criminally liable to be charged with Article 3 of Law Number 20 of 2001 concerning Amendments to Law Number 31 of 1999 concerning Eradication of Corruption Crimes related to harming state finances. In civil liability, the directors who are proven to have carried out policies aimed at enriching other corporations are responsible for compensating the company's losses. However, in this study, because Hotasi Nababan as the President Director of PT Merpati Nusantara Airline took a policy with the principle of good faith, it should be free from all forms of accountability. Legal protection for BUMN directors in making business policies so as to avoid the threat of criminal corruption is divided into 2 (two), namely preventively, BUMN directors who will take strategic policies, it is necessary to establish a Corporate Budget Work Plan (RKAP) which is approved by the GMS . Repressive legal protection is the use of the principle of business judgment rule which is intended to protect directors and employees, who have good intentions, from personal liability due to business decisions that cause losses to the company