TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK DALAM PERKAWINAN BEDA AGAMA

The polemics and controversies of interfaith marriages in Indonesia are still due to the uncertainty of the laws governing them. The reality in the interfaith marriage community is that there is no legal certainty in it. This makes children born from interfaith marriages protected by the state as regulated in Law no. 23 of 2002 concerning Child Protection Article 1. Meanwhile, according to Islamic law a child can be said to be legitimate if he has a lineage with his father if he is born from a legal marriage, this makes the child can be called a legitimate child. This study uses a normative juridical method with a normative theological approach. This research is classified as library research. The results of this study indicate that according to the applicable positive law, namely Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, it does not recognize interfaith marriages, so interfaith marriages cannot be legalized in Indonesia. Marriages of Muslim couples are registered at the Office of Religious Affairs (KUA) and marriages of non-Muslim religious couples are registered at the Civil Registry Office (KCS). Legal protection for children according to Islamic law is the fulfillment of all children's needs for the future. As contained in the QS. At-Thala verse 6, children will get education and health insurance, only if the child is born from an unregistered interfaith marriage then he only has a nasab relationship with his mother because interfaith marriage is an illegitimate marriage and will lead to adultery. Keywords: Interfaith Marriage; Legal Review; Children's RightsPolemik dan kontrovesi perkawinan beda agama di Indonesia hingga saat ini disebabkan masih adanya ketidakpastian hukum yang mengaturnya. Realitas di masyarakat perkawinan beda agama yang tidak ada kepastian hukum didalamnya. Hal itu membuat anak yang lahir dari perkawinan beda agama dilindungi oleh negara sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1. Sementara menurut hukum Islam seorang anak dapat dikatakan sah apabila memiliki nasab dengan ayahnya jika terlahir dari perkawinan yang sah, hal ini membuat anak dapat disebut anak yang sah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan teologi normatif. Penelitian ini tergolong studi kepustakaan (library research). Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa menurut hukum positif yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengenal perkawinan beda agama, sehingga perkawinan beda agama belum bisa diresmikan di Indonesia. Perkawinan pasangan beragama Islam dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan perkawinan pasangan beragama selain Islam dicatatkan di Kantor Catatan Sipil (KCS). Perlindungan Hukum terhadap anak menurut Hukum Islam ialah terpenuhinya semua kebutuhan anak untuk masa mendatang. Sebagaimana terkandung dalam QS. At-Thala ayat 6, anak akan mendapatkan jaminan pendidikan dan kesehatan, hanya saja apabila anak lahir dari perkawinan beda agama yang tidak tercatat maka ia hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya karena perkawinan beda agama merupakan perkawinan yang tidak sah dan akan menimbulkan perbuatan zina. Kata Kunci: Perkawinan Beda Agama;Tinjauan Hukum; Hak Ana