The Development of Painting in Bali.

Penulis pertama kali bertemu Suteja Neka pada bulan April 1988 ketika Center Timur-Barat meminta saya untuk mengoordinasikan pameran karya dari Museum Neka untuk dipamerkan di kantor pusat Center di Honolulu, Hawaii. Saat itu saya adalah penerima beasiswa Fulbright di Bali, belajar seni religi. Meskipun melukis bukanlah topik saya. Saya tetap memiliki minat dalam subjek. Pengetahuan yang saya peroleh sejak saat itu tentang seni lukis Bali datang langsung dari percakapan dengan Suteja Neka dan rekan-rekannya di dunia seni rupa, dan melalui pembacaan yang saya lakukan sendiri. Buku ini lebih dari sekedar terjemahan, tetapi juga merupakan kolaborasi antara Suteja Neka dan saya sendiri selaku penulis. Menggunakan teks bahasa Indonesianya tentang perkembangan seni lukis di Bali sebagai titik awal, saya kemudian memasukkan hal-hal yang sering diucapkan tetapi tidak berkomitmen untuk menulis. Pada gilirannya, saya dapat berbagi beberapa wawasan dengan Suteja Neka dari bacaan dan pengamatan saya, dan dengan persetujuannya ide-ide ini dimasukkan dalam teks akhir. Secara khusus, deskripsi karya terpilih yang direproduksi dalam buku ini adalah hasil diskusi kami Di tempat lain saya selaku penulis telah memilih untuk mengakui kreativitas Bali dalam menanggapi berbagai pengaruh yang telah meninggalkan jejak mereka di pulau ini. Tujuannya bukan untuk sepenuhnya menyangkal teori populer tentang "penjajahan artistik" oleh kekuatan luar, melainkan untuk mengurangi penekanannya demi memberikan lebih banyak penghargaan kepada kejeniusan dan bakat. Penelitian lebih rinci perlu dilakukan, tetapi itu di luar cakupan buku ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada orang-orang berikut atas bantuan mereka yang tak ternilai dalam mendukung seni dan Museum Neka: Jusuf Wanandi, Direktur Eksekutif Pusat Studi Strategis dan Internasional di Jakarta; Putu Budiastra, Direktur Museum Bali di Denpasar, dan I Gusti Bagus Arthanegara dari Denpasar, seorang tokoh budaya Bali