ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP ALASAN ISTRI MENINGGALKAN SUAMI TANPA KABAR (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur)

ABSTRAK Perkawinan disyari‟atkan oleh Allah SWT bertujuan untuk mengatur kehidupan keluarga. Setiap keluarga apabila suami atau pun istri meninggalkan kewajibannya maka terjadilah sebuah konflik seperti istri yang meninggalkan suami tanpa izin seorang suami. Maka istri telah meninggalkan kewajibannya sebagai istri. Istri yang meninggalkan suaminya tanpa kabar dapat dikatakan nusyuz karena sama saja ia tidak mau melaksanakan kewajibannya sebagai istri, selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istri tidak berlaku. Meskipun suami tidak dapat memenuhi kewajibannya dan tidak memberikan hak-hak istri sepenuhnya, tidak dibenarkan apabila istri meninggalkan suami begitu saja tanpa kabar yang jelas. Adapun yang menjadi rumusan masalah yaitu apa saja alasan penyebab istri meninggalkan suami tanpa kabar di Pengadilan Agama Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur dan bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap alasan istri meninggalkan suami tanpa kabar di Pengadilan Agama Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur? Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis yaitu penelitian kualitatif (field research), sedangkan sifat penelitiannya bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik interview dan observasi. Data hasil temuan digambarkan secara deskriptif dan dianalisis menggunakan cara berfikir induktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa alasan yang menjadi penyebab istri meninggalkan suami meliputi beberapa hal yaitu faktor ekonomi, perselisihan, perselingkuhan, seksual, sering membangkang, komunikasi yang tidak baik, hilangnya rasa kasih sayang. Menurut hukum Islam, istri meninggalkan suami tanpa kabar disebut nusyuz. Jika suami sudah melakukan upaya untuk istri yang meninggalkannya tanpa kabar, maka diperbolehkan suami melakukan gugatan cerai terhadap istrinya dengan menjatuhkan cerai talak, ditinjau dari segi boleh tidaknya suatu perceraian dicabut kembali atau dirujuk kembali termasuk talak raj’i yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istri yang telah dikumpuli yang dalam masa iddahnya bekas suami berhak merujuknya, sedangkan jika ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak termasuk talak shorih yaitu talak dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tegas serta dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika itu diucapkan dan tidak perlu dipahami lagi, dan jika ditinjau dari cara suami menyampaikan talak kepada istrinya, termasuk kedalam talak dengan utusan yaitu talak yang disampaikan suami dengan pelantara orang lain sebagai utusan untuk menyampaikan maksudnya kepada istrinya yang tidak berada di hadapan suami, bahwa suami mentalak istrinya. Sedangkan dalam hukum positif istri yang meninggalkan suami tanpa kabar sudah memenuhi syarat atau unsur-unsur untuk akhirnya boleh mengajukan perceraian, seperti yaang tercantum dalam Pasal 39 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 tentang KHI Pasal 116 menyebutkan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan untuk dijadikan dasar sebagai perceraian