Relasi Antara Mahkamah Konstitusi Dengan Dewan Perwakilan Rakyat Dan Presiden Selaku Pembentuk Undang-Undang (Studi terhadap Dinamika Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi melalui Legislasi Tahun 2004-2015)

Penelitian ini memberikan analisis dan gambaran mengenai relasi Mahkamah Konstitusi (MK) dengan DPR dan Presiden selaku Pembentuk Undang-Undang (UU) dengan melihat dinamika pelaksanaan putusan MK melalui legislasi tahun 2004-2015, apakah bersifat kooperatif atau konfrontatif. Relasi kooperatif berarti kedua institusi mengambil peran dalam perlindungan dan peningkatan demokrasi. Sementara, relasi konfrontatif terjadi tatkala lembaga legislatif menggunakan cara-cara konstitusional untuk membatasi efektivitas dan legitimasi MK. Penelitian ini menunjukkan bahwa eksplanasi filsafati, teoritis, dan praktis menunjukkan bahwa (1) Pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Konstitusi memiliki kekuatan mengikat sebagai satu kesatuan integral dengan amar putusan; (2) Tujuan Mahkamah Konstitusi memberikan mandat konstitusional ialah memberikan guidance kepada Pembentuk UU mengenai arah legislasi yang dikehendaki oleh UUD 1945; dan (3) Mandat konstitusional kepada Pembentuk UU dalam pertimbangan hukum putusan bukan merupakan bentuk intervensi terhadap kewenangan Pembentuk UU, melainkan merupakan pelaksanaan prinsip checks and balances menurut UUD 1945; Dilihat dari dinamika pelaksanaan putusan MK, dapat disimpulkan bahwa Relasi Mahkamah Konstitusi dengan DPR dan Presiden selaku Pembentuk UU dilihat dari pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi melalui legislasi dalam kurun waktu 2004-2015 mengalami pasang surut di antara relasi kooperatif dan relasi konfrontatif. Relasi kooperatif diwujudkan pada saat mandat konstitusional dirumuskan secara strong sehingga Pembentuk UU mandat konstitusional xi dilaksanakan sebagaimana rumusannya. Relasi cenderung kooperatif tampak dari dilaksanakannya mandat konstitusional putusan, akan tetapi tidak dijadikan prioritas legislasi. Sementara, relasi konfrontatif terlihat dari tidak dilaksanakannya mandat konstitusional putusan Mahkamah Konstitusi. Langkah untuk mewujudkan relasi kooperatif Mahkamah Konstitusi dengan DPR dan Presiden selaku Pembentuk UU ialah membuat aturan mengenai pelaksanaan putusan, yang mencakup (1) kewajiban DPR dan Presiden melaksanakan putusan; (2) batas waktu paling lama putusan dilaksanakan, dan (3) konsekuensi jika putusan terlambat atau gagal dilaksanakan, yang dituangkan baik di level UUD 1945, UU, maupun putusan Mahkamah Konstitusi. Pengaturan di level UUD 1945 merupakan langkah ideal dan efektif, karena DPR dan Presiden tunduk pada tata cara konstitusi. Pada level UU, aturan hukum dirumuskan melalui penyempurnaan UU Mahkamah Konstitusi dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada level putusan, Mahkamah Konstitusi harus selalu memuat pernyataan untuk memastikan Pembentuk UU mendapatkan kejelasan dalam melaksanakan putusan dan terhindar dari dalih serta pemaknaan berbeda. Untuk mewujudkan relasi kooperatif, Mahkamah Konstitusi sebagai penguji UU maupun DPR dan Presiden selaku Pembentuk UU harus menyadari hakikat, makna, dan tujuan keberadaannya dalam sistem kenegaraan Indonesia, yakni sama-sama berkewajiban menegakkan UUD 1945 guna mencapai visi dan tujuan nasional