Slametan dan Kekristenan (Alasan warga jemaat pepanthan Pelem GKJW Magetan melakukan Slametan )

Penelitian ini dilakukan di Jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan Magetan Pepanthan Pelem, Dusun Pelem, Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Magetan. Untuk mengetahui pandangan jemaat tentang kebudayaan slametan. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Mengembangkan teori dari fakta dengan mengikuti proses slametan yang dilakukan jemaat Pepanthan Pelem GKJW Magetan secara langsung dan mendalam, yang bertujuan menggambarkan atau melukiskan keadaan dari subyek yang diteliti berdasarkan fakta sebagimana adanya. Kebudayaan merupakan warisan nenek moyang yang dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat. Salah satu kebudayaan yang masih dilakukan oleh masyarakat adalah slametan Jawa. Slametan diyakini mampu memberikan keselamatan baik di bumi maupun akhirat bagi orang yang melakukannya. Geertz mengatakan bahwa slametan merupakan budaya nenek moyang yang hingga saat ini masih dilakukan orang Jawa. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu ketika agama Kristen masuk di Indonesia, banyak pihak yang mengganggap slametan sebagai suatu yang bertolak-belakang dengan pandangan gereja, karena slametan mengundang roh halus. Selain itu ada yang memperpadukan budaya dan agama sehingga upacara slametan diwarnai dengan agama. Karena mayoritas wong Jawa (orang Jawa) muslim, maka kita melihat upacara slametan juga diwarnai oleh budaya Islam. Melihat gambaran diatas tidak heran jikalau umat Kristiani yang minoritas (khususnya jemaat GKJW Magetan), baik yang berada di kota maupun desa juga ikut terpengaruh oleh situasi yang demikan. Apalagi ketika melihat sistem kekerabatan orang Jawa yang sangat menjunjung rasa solidaritas untuk saling menghargai dan membantu antara satu dengan yang lain. Dari sini fungsi gereja seharusnya dapat berbaur dengan kebudayaan setempat, sehingga gereja dapat memberi pandangan tentang keselamatan kepada warga jemaatnya dengan melihat konteks yang ada. Selain itu gereja juga dapat memberi pemahaman ulang tentang slametan, agar jemaatnya boleh tetap berpondasi pada Yesus. Menjadi menarik jikalau slametan tersebut dilakukan dengan memperhitungkan nilai Kristiani, misalnya dengan menganggap slametan untuk mengenang Yesus. Sebagai ungkapan syukur dan cinta kasih terhadap semua orang, seperti Yesus dalam perjamuan terakhir. Dengan demikian unsur-unsur roh halus dalam slametan bisa hilang dan menjadikan slametan baik untuk dilakukan oleh siapa pun. Slametan juga berfungsi sebagai wadah masyarakat untuk saling bermusyawarah, gotongroyong dan menjalin relasi antar sesama, karena di dalam slametan terdapat nilai untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya nilai masyarakat boleh hidup rukun tanpa membedakan agama dan status sosial orang. Dengan demikian terjadi hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan dan antar manusia