Strategi Nafkah Buruh Sektor Formal Pendekatan Ekonomi Rumah Tangga Studi Kasus Buruh Pabrik di Kota Salatiga

Berbicara mengenai upah sektor formal tidak akan lepas dari yang disebut upah minimum. Dalam penentuan upah minimum tidak dilakukan secara asal-asalan namun berlandasakan pada standar kebutuhan hidup layak buruh, yang disebut sebagai komponen kebutuhan Hidup Layak (KHL). Kelemahannya dari penetapan upah minimum hanya dihitung berdasarkan KHL tiap-tiap buruh lajang yang masa kerjanya masih dibawah satu tahun. Perhitungan KHL belum memperhitungkan mereka yang sudah berkeluarga dan atau bekerja lebih dari satu tahun. Di Indonesia buruh menanggung kebutuhan hidup selain dirinya sendiri adalah fenomena yang wajar. Jika KHL hanya menghitung kebutuhan perindividu buruh lantas bagaimana dengan Ekonomi Rumah Tangga Buruh. Bagaimanakah strategi buruh yang sudah berkeluarga dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam penelitian ini diharapkan dapat menjawab apakah dengan upah yang diterima buruh sektor formal sudah dapat mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga sesuai dengan komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selanjutnya mengetahui tingkat kondisi kesejahteraan buruh untuk pada akhirnya mengidentifikasi strategi yantg buruh gunakan dalam mencukupi kebutuhan Rumah tangganya. Hasil dari penelitian ini menjawab bahwa dengan upah yantg diterimanya buruh belum mampu mencukupi KHL yang ditetapkan, selain itu masih terdapat bebebrapa komponen yang rutin buruh keluarkan namun belum masuk dalam perhitungan KHL sehingga kesejahteraan buruh masih rendah. Buruh dalam mensiasati kebutuhannya memiliki strategi-strategi khusus. Dalam penelitian ini ditemukan dua strategi baru yang buruh gunakan untuk mensiasati kebutuhannya yaitu menambah periodesai penggunaan barang-barang jangka panjang dan metode menabung terlebih dahulu “jimpitan�.Discussing about sector minimum wage it is always related to minimum salary. In determining minimum pay, it is done formal based on the standard of fit workers live necessity, or the components of live proper necessity. The weakness of determining minimum wage is, it is only counted based on the components of live proper necessity from every single worker who work under one year. The calculation of components of live proper necessity has not considered those who are marriage and work for more than one year. In Indonesia, workers bear their own needs. If the components of live proper necessity only count the personal needs then what about the household economy workers? What is the marriage - workers’ strategy in full filling their needs? This study is aimed to answer the question: How the salary that the workers in formal sector received can sufficient the household economy needs corresponding to the components of live proper necessity. To know welfare condition levels to which in the end to investigate the strategy that the workers use to full fill their household need. The result of this study hopefully can answer that the salary which the workers receive has not enough to full fill the components of live proper necessity. Besides that, there are still several components that routinely come out but do not include in the calculation of the components of live proper necessity that makes the prosperity of the workers are still low. From this study too, it can be seen what strategies that are used by the workers. In this study found that there are two new strategies that are used by the workers to full fill their needs. The first strategy is by adding the periodization of using the long – term items. The last strategy is by previously saving money method or in Javanese it is called “jimpitan�