Penolakan Justice Collaborator dalam Kasus Korupsi Risyanto Suanda (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 08/Pid.Sus/TPK/2020/PN JKT.Pst)

Tindak pidana korupsi merupakan Extra ordinary crime yang penanganan atau penjatuhan pidana bagi koruptor haruslah berbeda dari penanganan tindak pidana biasa. Salah satu istilah yang dikenal dalam pengungkapan tindak pidana korupsi adalah justice collaborator. Pada pelaksanaan justice collaborator terdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi agar bisa menjadi justice collaborator, sehingga sering terjadi penolakan karena tidak memenuhi syarat. Berkaitan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk menganalisa terkait penolakan justice collaborator dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Risyanto Suanda pada Putusan No. 08/Pid.Sus/TPK/2020/PN JKT.Pst. Penelitian ini membahas permasalahan mengenai penolakan justice collaborator dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Risyanto Suanda dan pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui kepustakaan dan diuraikan secara teks naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penolakan permohonan justice collaborator yang diajukan oleh Risyanto Suanda sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu SEMA No.4 Tahun 2011. Dasar pertimbangan hukum hakim yaitu dengan memerhatikan unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan pada dakwaan kumulatif kesatu alternatif pertama dan dakwaan kumulatif kedua yang telah terpenuhi