Relasi Aktor dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa Tahun 2021 di Desa Samudra Kulon, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas

Penelitian ini berjudul “Relasi Aktor dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa Tahun 2021 di Desa Samudra Kulon, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh SDG’s Desa yang dicanangkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memuat 18 tujuan, yang salah satunya adalah kemitraan untuk pembangunan desa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan relasi aktor pada pengelolaan APB Desa di Desa Samudra Kulon, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas tahun anggaran 2021 dan dampak yang ditimbulkan dari adanya relasi antar aktor tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan metode penelitian bersifat studi kasus. Teknik pemilihan infotman yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Teknik pengambilan data di dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan para informan, melalui observasi, maupun penggunaan instrumen khusus yang dirancang sesuai dengan tujuannya. Kemudian, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model analisis interaktif. Model analisis interaktif dimulai dari wawancara observasi, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, dan selanjutnyaaktifitas penyajian data serta menyimpulkan data. Hasil dan kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan Relasi aktor yang terjadi dalam penyusunan program dana desa di Samudra Kulon bersifat elitis. Untuk pemerintahan desa tahun 2019/2025, dapat diidentifikasi aktor resmi kebijakan (kepala desa, aparatur desa, dan BPD) sebagai elit kebijakan, sementara unsur masyarakat berada pada piramida bawah atau massa. Elitisme terjadi pada setiap tahap kebijakan, mulai dari penyusunan agenda, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, hingga evaluasi kebijakan. Dampak yang ditimbulkan dari adanya elitisme tersebut adalah lambatnya proses pembangunan, ketergantungan terhadap pendapatan transfer, dan minimnya inovasi dan terobosan kebijakan. Lambatnya proses pembangunan dibuktikan dengan skor IDM yang rendah, serta angka kemiskinan yang meningkat. Sementara skor IDM merupakan tolok ukur terkait kemandirian desa. Dengan skor IDM yang rendah, berarti ketergantungan desa terhadap pendapatan transfer masih sangat tinggi. Selain itu, dengan adanya pola relasi tersebut mengakibatkan tidak adanya terobosan dan inovasi kebijakan guna meningkatkan kemandirian desa dan kesejahteraan masyarakat. Tidak adanya inovasi kebijakan merupakan dampak dari proses evaluasi tidak berjalan. Hal ini karena evaluator kebijakan merupakan elit itu sendiri