Demokrasi di Media Sosial Twitter pada Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual pada Tahun 2019

Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripsikan dan memahami demokrasi di dalam media sosial twitter dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual pada Tahun 2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengguna metode penelitian kualitatif dan menggunakan paradigma non-positivisme, serta menggunakan perspektif pasca-strukturalis dan menggunakan paradigma konstruktivisme dan pendekatan penelitian menggunakan Heremeneutika-Gadamer. Dalam teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah demokrasi dan media sosial. Hasil penelitian menunjukan adanya demokrasi dalam bentuk demokrasi deliberatif didalam media sosial twitter pada pembahasan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) pada tahun 2019. Pada pembahasan tersebut menunjukan adanya interaksi yang menjadikan media sosial twitter sebagai wadah dalam berdemokrasi. Tetapi dalam interaksinya terbatas oleh pendapat yang cenderung homogen antara tagar #TolakRUUPKS dengan #SahkanRUUPKS. Pembahasan mengenai RUU P-KS sendiri masih berputar antara kelompok liberal dengan islam konservatif. Selain itu, dalam penelitian ini pada proses berdeliberasi banyak ditemui penggunaan flooding pada tagar #TolakRUUPKS yang digunakan untuk mempengaruhi pengguna twitter. Adanya hal tersebut, memliki dampak yang begitu besar didalam kampanye RUU P-KS dikarenakan perbedaan yang cukup mencolok mengenai label liberal yang diberikan kepada RUU P-KS, dibandingkan dengan penolak RUU P-KS yang merupakan mayoritas muslim. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, twitter memiliki pengaruh terhadap adanya proses deliberasi didalam pembahasan mengenai RUU P-KS. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya interaksi antara kedua pendapat yang saling menyakatan pendapat dari perpektif masing-masing kelompok. Walaupun pada dasarnya kedua kelompok tersebut terbagi kedalam kedua gelembung berbeda. Tetapi, pada dasarnya proses demokrasi dalam berdeliberasi didalam media sosial twitter tetap terjadi walaupun memiliki pendapat yang homogen