Penetapan Hutan Adat Tombak Haminjon Menjadi Kawasan Food Estate ditinjau dari Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Hutan adat dipandang sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat hukum adat dan memiliki nilai-nilai spiritual yang tidak dapat tergantikan dengan barang apapun. Oleh karena itu, hutan adat memiliki peranan penting yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan masyarakat hukum adat. Pada tataran normatif kedudukan hutan adat memang telah diperkuat oleh negara melalui Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012, sehingga hutan adat saat ini merupakan hutan yang berada dalam wilayah adat milik masyarakat hukum adat dan menjadi bagian yang terpisahkan dari hutan negara. Namun pada praktiknya, negara seringkali merampas hutan adat dengan dalil kepentingan umum guna melancarkan proyek strategis nasional. Hal ini terjadi pada penetapan hutan adat Tombak Haminjon menjadi kawasan food estate yang pada prosesnya tidak melibatkan Masyarakat Hukum Adat Pandumaan-Sipituhuta. Melalui penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode statute approach dan conceptual approach ditemukan bahwa proses penetapan Hutan Adat Tombak Haminjon menjadi kawasan food estate bertentangan dengan Pasal 68 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dikarenakan dalam penetapannya dilakukan secara sepihak oleh pemerintah dan mengabaikan hak-hak masyarakat hukum adat serta tidak memperhatikan aspek historis, aspek ekonomi, dan aspek HAM. Dengan demikian karena dalam penetapannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka hal ini berakibat pada keabsahan KTUN yang menetapkan Hutan Adat Tombak Haminjon menjadi kawasan food estate