Implementasi fungsi perencanaan dakwah pendirian Pondok Pesantren Sabilurrasyad Desa Bojonggede Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal

Skripsi dengan judul Implementasi Perencanaan Dakwah Pendirian Pondok Pesantren Sabilurrasyad Desa Bojonggede Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal dilatarbelakangi dengan keberhasilan perkembangan dakwah dari sebuah masjid menjadi pondok pesantren. Perkembangan tersebut pun tidak direncanakan dari awal dan seluruh proses bermula dari respon terhadap reaksi masyarakat terhadap keberadaan dan kegiatan yang diselenggarakan di masjid yang semula didirikan untuk wujud bhakti anak kepada orang tuanya. Dari sinilah kemudian diajukan rumusan masalah: 1) Apa saja perencanaan dakwah Pondok Pesantren Sabilurrasyad Desa Bojonggede Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal? dan 2) Bagaimana implementasi perencanaan dakwah Pondok Pesantren Sabilurrasyad Desa Bojonggede Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal dalam perspektif manajemen dakwah? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi penelitian lapangan yang mana pengumpulan datanya menggunakan teknik wawancara, dokumentasi dan observasi. Sedangkan analisanya menggunakan analisa kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan dakwah yang terkandung dalam perkembangan dakwah dari Masjid Baitul Haq menjadi Pondok Pesantren Sabilurrasyad merupakan perpaduan perencanaan yang disengaja dalam proses dakwah dan perencanaan yang berdasarkan respon terhadap peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan rencana dakwah awal. Perencanaan yang disengaja sebagai proses dakwah hanya pada pembangunan masjid dengan tujuan sebagai media yang dapat digunakan oleh masyarakat Desa Bojonggede, Desa Pucang dan Desa Banyuurip sebagai tempat untuk melaksanakan shalat wajib dan kegiatan tahlilan. Sedangkan keberadaan TPQ berikut pengembangan metodenya serta pendirian Pondok Pesantren Sabilurrasyad merupakan perencanaan dakwah yang didasarkan pada respon terhadap peristiwa yang terjadi dari keberadaan masjid sebagai rencana dakwah awal berwujud penyediaan media dakwah oleh anak-anak alm. H. Sutrisno dan alm. Hj. Sugiah. Sedangkan jika mengacu pada perkembangan perencanaan, maka perencanaan dakwah dari masjid menjadi pondok pesantren laksana model piramida terbalik, yaitu perencanaan dakwah dari lingkup kecil berkembang menjadi perencanaan dakwah pada lingkup yang lebih luas. Perencanaan dakwah dari Masjid Baitul Haq menjadi Pondok Pesantren Sabilurrasyad dilaksanakan sesuai dengan tahapan perencanaan. Selain itu, dalam konteks manajemen dakwah dapat dikategorikan sebagai proses perencanaan dakwah terpadu. Artinya, perencanaan dakwah tidak hanya mengacu pada perencanaan yang dibuat oleh pemilik kebijakan (pucuk pimpinan) semata tetapi pada beberapa perencanaan juga melibatkan sumber daya manusia yang berada di bawah yakni keterlibatan takmir masjid dalam perencanaan pembentukan TPQ serta ustadz/ustadzah dalam pendirian pondok pesantren. Keterlibatan takmir dan ustadz/ustadzah dalam perencanaan menunjukkan bahwa proses perencanaan yang dilakukan tidak mengacu pada aspek hirearkhi organisasi melainkan pada aspek orang atau pihak yang lebih berkompeten dan memahami tentang sesuatu yang direncanakan. Hal ini juga berkesesuaian dengan pendapat Mesiono (2012: 22) yang menyatakan bahwa perencanaan harus melibatkan orang yang mengetahui sifat hakiki dari pada permasalahan serta mampu melihat ke depan di mana takmir masjid telah memiliki pengalaman dalam hal mengajar mengaji dan ustadz/ustadzah yang merupakan lulusan pondok pesantren tentu memiliki penilaian dan wawasan mengenai perkembangan pondok pesantren yang diperoleh selama menjadi santri