PERSEPSI TOKOH AGAMA MENGENAI LARANGAN PERNIKAHAN MERTELU DI DUSUN PURWOREJO DESA KARANGPAKIS KECAMATAN PURWOASRI KABUPATEN KEDIRI

ABSTRAK Fitria Roisatul Islamiyah, 12102173037, Persepsi Tokoh Agama Mengenai Larangan Pernikahan Mertelu di Dusun Purworejo Desa Karangpakis Kecamatan Purwoasri Kabupaten Kediri, Jurusan Hukum Keluarga Islam, FASIH, UIN Sayyid Ali Rahmatullah 2021, Pembimbing : Dr. Hj. Nur Fadhilah, S.H.I. M.H. Kata Kunci: larangan pernikahan mertelu, persepsi tokoh agama Penelitian ini dilatarbelakangi adanya kepercayaan masyarakat Dusun Purworejo Desa Karangpakis Kecamatan Purwoasri Kabupaten Kediri terhadap larangan pernikahan mertelu yaitu pernikahan yang dilakukan dengan sesama canggah, atau disebut juga garis keturunan ke empat jika dihitung mulai dari anak, cucu, buyut, kemudian canggah. Pelanggaran atas larangan ini diyakini menimbulkan musibah seperti salah satu orangtua mempelai cepat meninggal dunia dan rezeki yang sulit. Fokus penelitian ini adalah: 1) Bagaimana larangan pernikahan mertelu di Dusun Purworejo Desa Karangpakis Kecamatan Purwoasri Kabupaten Kediri? 2) Bagaimana persepsi tokoh agama terhadap larangan pernikahan mertelu di Dusun Purworejo Desa Karangpakis Kecamatan Purwoasri Kabupaten Kediri? Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mendeskripsikan larangan pernikahan mertelu di Dusun Purworejo Desa Karangpakis Kecamatan Purwoasri Kabupaten Kediri. 2) Untuk menganalisis persepsi tokoh agama Kecamatan Purwoasri mengenai larangan pernikahan merteludi Dusun Purworejo Desa Karangpakis Kecamatan Purwoasri Kabupaten Kediri. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian lapangan dan pendekatan yuridis empiris. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif. Pengecekan keabsahan data menggunakan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pernikahan mertelu merupakan pernikahan yang dilakukan dengan sesama canggah, atau disebut juga garis keturunan ke empat jika dihitung mulai dari anak, cucu, buyut, kemudian canggah. Larangan yang muncul sejak zaman Kerajaan Majapahit ini, diyakini akan menimbulkan konsekuensi tertentu jika tetap dilaksanakan seperti salah satu orangtua mempelai akan cepat meninggal dunia dan rezeki yang didapatkan setelah menikah akan seret (susah didapatkan). Ketaatan terhadap larangan pernikahan merteludilandasi kepercayaan kepada adat dan tradisi. Rasa patuh dan hormat terhadap nenek moyang dengan harapan arwah-arwah leluhur merestui dan ikut mendoakan pernikahan mempelai. 2) Tokoh agama NU dan Muhammadiyah sepakat menyatakan ketidaksetujuan atas larangan pernikahan mertelu.Larangan ini tidak diatur dalam hukum Islam ataupun hukum positif. Mengenai konsekuensi yang ditimbulkan jika melangar larangan pernikahan mertelu, tokoh agama NU dan Muhammadiyah sepakat bahwa hal itu adalah takdir yang sudah digariskan oleh Allah SWT. Adapun berkaitan dengan ketaatanterhadap larangan pernikahan mertelu dilandasi kepercayaan kepada adat dan tradisi, tokoh agama NU dan Muhammadiyah menyerahkan kepada masyarakat apakah mempercayai larangan tersebut atau tidak. Tokoh agama Muhammadiyah bahkan menekankan adanya toleransi di masyarakat berkaitan larangan pernikahan mertelu