TAFSIR AHLUSSUNNAH NUSANTARA (KAJIAN EPISTEME KIAI ABU FADHOL SENORI DALAM KITAB TAFSIR AL-AYAT AL-AHKAM MIN AL-QUR’AN AL-KARIM)

Abu Fadhol merupakan salah satu ulama tradisionalis yang berwawasan luas dan memiliki karya tulis dari berbagai bidang keilmuan. Kitab Tafsi>r al-Aya>t al-Ahka>m min al-Qur’a>n al-Kari>m adalah satu satunya karya dibidang tafsir yang diperkirakan ditulis pada tahun 1970. Problem akademik pada kajian ini berangkat pada penafsiran Abu Fadhol yang nampak sejalan dengan gagasan Ahlussunnah yang telah diutarakan pada karyanya sebelumnya yaitu al-Kawa>kib al-Lama>’ah fi Tahqi>q al-Musamma> bi Ahl-Sunnah wa al-Jama>’ah, bahwa kriteria Ahlussunnah adalah Ulama Fuqaha> (ahli fikih) yaitu Hanafi, Maliki, Syafi‘i dan Hanbali. Ulama Mutakallimi>n (ahli kalam) yaitu Imam Abu Hasan Al-Asy‘ari dan Al-Maturidi, Ulama S}ufiyah (ahli tasawuf) yaitu Imam Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi. Berdasarkan hal tersebut, kemudian muncul rumusan masalah. Pertama, mengapa muncul konstruksi Ahlussunnah dalam Tafsi>r al-Aya>t al-Ahka>m min al-Qur’a>n al-Kari>m karya Abu Fadhol? Kedua, apa dan bagaimana penafsiran Abu Fadhol yang mencerminkan dimensi Ahlussunnah dalam kitab Tafsi>r al-Ayat al-Ahka>m min al-Qur’a>n al-Kari>m ? Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutika Gadamer sebagai pisau analisis. Teori ini digunakan sebagai upaya untuk malacak aspek internal dan eksternal teks yang mempengaruhi penafsiran Abu Fadhol. Dengan menggunakan metode deskriptif-analitis bertujuan untuk memaparkan temuan-temuan data secara komprehensif, kemudian dilakukan analisa sesuai dengan pendekatan yang digunakan supaya memperoleh maksud yang dituju. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya konstruksi Ahlussunnah pada penafsiran Abu Fadhol adalah; Pertama, tradisi intelektual pesantren tradisional telah membentuk cakrawala keilmuan Abu Fadhol, yang kemudian dijadikan sebagai acuan baku dalam menafsirkan Alquran. Kedua, adanya konflik pemikiran keagamaan yang terjadi antara kelompok tradisionalis dan modernis, sehingga gagasan Ahlussunnah ini muncul sebagai respon kritis dan defensif. Ketiga, adanya ketegangan politik antara NU dengan rezim Orde Baru, yang berimbas pada ditutupnya madrasah ‗Sunnatunnur‖ dan tidak terselesaikannya penulisan kitab tafsir. Dimensi Ahlussunnah pada penafsiran Abu Fadhol terletak ketika menafsirkan QS Al-Nisa 101 dan QS Al-Maidah 6, bahwa Abu Fadhol tidak melakukan istinba>t hukum langsung dari Alquran, melainkan menggunakan pendapat ulama‘ mazhab fikih sebagai istinba>t hukum (istinba>t fi mazhab). Kemudian pada QS Al-Baqarah 222 Abu Fadhol memberikan penafsiran berdasarkan gagasan kalamnya Abu Hasan al-Asy‘ari yaitu pada persoalan Iradatullah, selanjutnya pada QS Al-Waqi‘ah 78-80 Abu Fadhol memberikan pujian dan menggunakan gagasan Fahruddin Al-Ra>zi sebagai landasan penafsiran. Terakhir yaitu spirit sufistik yang muncul ketika menafsirkan lafaz mutat}ahiri>n dan mut}aharu>n pada QS Al-Baqarah 222 dan QS Al-Waqi‘ah 80 yang menunjukan adanya sikap kepasrahan terhadap kehendak Allah swt