Dasar Dan Pertimbangan Penetapan Usia Dewasa Menurut Kompilasi Hukum Islam

Skripsi ini, mengangkat masalah dasar dan pertimbangan penetapan usia dewasa menurut kompilasi hukum Islam sebagai fokus penelitian. ketetapan usia dewasa menurut peraturan ini adalah 21 tahun sementara dalam hukum Islam yang sekaligus sebagai sumber hukum daripada peraturan ini menyebutkan bahwa usia dewasa seseorang adalah 15 tahun serta ditambah dengan ciri-ciri fisik dengan beberapa tanda dan kondisi ini disebut dengan istilah balligh. Kemudian daripada itu, beberapa Undang-Undang yang ada di Indonesia juga memiliki keragaman dalam menetapkan ketentuan usia dewasa. Diketahui bahwa Kompilasi Hukum Islam adalah produk hukum yang dihasilkan melalui politik hukum pada masa orde baru. Oleh karena itu pada latar belakang penyusunannya ditemukan dinamika yang cukup kompleks, yang berakibat pada sumber dalam ketetapan-ketetapannya tidak utuh kepada hal-hal yang seharusnya. Berdasakan latar belakang tersebut, penulis menjadikan dasar dan pertimbangan penetapan usia dewasa menurut kompilasi hukum Islam sebagai masalah yang diangkat dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk menganalisis apa yang menjadi dasar dan pertimbangan penetapan usia dewasa tersebut. Penelitian ini, menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan penelitian perundang-undangan, konseptual dan perbandingan guna menjawab permasalahan penelitian yang telah ditetapkan. Hasil dan pembasahan penelitian ini memberikan petunjuk bahwa dasar dan pertimbangan penetapan usia dewasa menurut kompilasi hukum Islam, ialah mengadopsi ketentuan usia dewasa pada KUHPerdata pasal 330, peraturan tersebut juga menentukan usia dewasa seseorang ialah 21 tahun. KUHPerdata, ditinjau dari waktu berlakunya adalah lebih dahulu diberlakukan sejak pemerintahan Belanda. Terlepas dari hal itu pada latar belakang penyusunannya dan pada saat proses penyususnannya terdapat permasalahan-permasalahan yang berupa kesimpangsiuran pendapat atau khilaf dan juga terdapat penetapan dasar yang lebih cendrung kepada fatwa dan tidak merujuk pada hukum fikih secara komprehensif yang seharusnya menjadi sumber dari hukum Islam yang berlaku