Kebebasan Beragama dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 256 (Studi Komparasi Kitab Tafsir Al-Azhar Karya Buya Hamka dan Kitab Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Sihab)

Penelitian ini fokus pada kajian Al-Quran surat al-Baqarah ayat 256 tentang kebebasan beragama menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar dan M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, pendekatan yang menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif (perbandingan). Dalam ilmu tafsir, metode perbandingan adalah suatu metode mencari kandungan Al-Quran dengan cara membandingkan ayat dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau kasus yang berbeda untuk masalah yang sama atau diduga sama atau membandingkan ayat-ayat Al-Quran dengan hadits Nabi yang tampak bertentangan serta membandingkan pendapat-pendapat para ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-Quran. Dan dalam kontek peneleitian ini penulis akan membandingkan dua penafsiran, yaitu antara pendapat Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar dan M. Quraish Sihab dalam Tafsir al-Misbah tentang kebebasan beragama dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 256. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, yakni metode mengumpulkan data dengan cara mencatat data-data yang diperlukan yang sudah ada sebelumnya atau pengambilan data melalui dokumen-dokumen. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah kitab Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka dan Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Sihab. Sedangkan sumber data sekunder adalah data-data kepustakaan yang memiliki relevansi dengan data primer. Hasil dari penelian ini adalah pertama, dalam pandangan kedua mufassir dijelaskan bahwa surat al-Baqarah ayat 256 dan ayat sebelumnya (ayatul kursi) sangat berkaitan dan tak terpisahkan. Buya hamka menjelaskan bahwa ayatul kursi adalah ajaran terpenting dalam Islam yang memuat secara gamblang tentang ketauhidan. Sedangkan M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat tersebut sebagai bantahan atas dugaan bahwa Allah Swt. yang memiliki kekuasaan atas segalanya akan memaksa hambanya untuk menganut agama Islam. Kedua, Buya Hamka menjelaskan ayat 256 tersebut dalam tafsirnya, bahwa Islam tidak memperbolehkan pemaksaan dalam memeluk agama, namun mengajak orang untuk berfikir tentang kebenaran risalah Islam. Baginya pemaksaan dalam memeluka agama akan menjadikan keagamaan seseorang menjadi palsu dan dapat menimbulkan pertentangan. Sedangkan dalam pandangan M. Quraish Shihab terhadap ayat tersebut, bahwa Allah Swt. tidak membutuhkan sesuatu apapun sehingga tidak perlu adanya paksaan. M. Quraish Shihab juga menambahkan dalil dalam surat al-Maidah ayat 48, bahwa adanya keragaman yang menjadi perbedaan dalam memilih agama atau menganut aqidah adalah bagian dari kehendak Allah Swt. Ketiga, Penafsiran tentang kebebasan beragama yang di kemukakan oleh kedua mufassir, tampak relevan dengan konteks kebebasan beragama di Indonesia. Karena tidak lain, beliau merupakan seorang mufassir kelahiran Indonesia yang tentu memiliki pengaruh dari lingkungan sosial terhadap penafsirannya