Perlindungan Hukum Terhadap Wanita Indonesia Yang Bercerai Akibat Perkawinan Campuran Berdasarkan Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 Dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan (Analisis Putusan Perkara Nomor: 309/Pdt.G/2003/PNBekasi)

Asman, 200710115050, Perlindungan Hukum Terhadap Wanita Indonesia Yang Bercerai Akibat Perkawinan Campuran Berdasarkan Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 Dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan (Analisis Putusan Perkara Nomor: 309/Pdt.G/2003/PNBekasi), Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, 2010. Perkawinan campuran telah merambah ke-seluruh pelosok Tanah Air dan kelas masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi telah menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara ekspatriat kaya dan orang Indonesia. Perkawinan campur juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja dari negara lain. Dengan banyak terjadinya perkawinan campur di Indonesia sudah seharusnya perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini diakomodir dengan baik dalam perundang-undangan di indonesia. Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : "yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia ". Dari penelitian ini maka muncul identifikasi dari rumusan masalah yang meliputi sebagai berikut : bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi perempuan Indonesia yang bercerai akibat perkawinan campuran menurut Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 dan status hukum anak hasil perkawinan campuran berdasarkan hukum indonesia. Sedangkan tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana bentuk perlindungan hukum bagi perempuan Indonesia yang bercerai akibat perkawinan campuran menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 dan status hukum anak hasil perkawinan campuran berdasarkan hukum Indonesia. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan metode yuridis normatif yaitu suatu metode yang berusaha untuk memaparkan data disertai analisis yang mendalam karena data yang diolah adalah data-data sekunder. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 seorang perempuan warganegara Indonesia yang menikah dengan pria warganegara asing tidak dengan sendirinya harus tunduk pada hukum yang berlaku bagi si suami. Hal ini tentunya juga berkaitan erat dengan perceraian pada suatu perkawinan campuran, oleh karena dalam perceraian pada pasangan yang berkewarganegaraan berbeda dapat menyebabkan timbulnya permasalah Hukum Antar Tata Hukum yang disebabkan adanya unsur asing dalam hubungan-hubungan hukum yang terjadi, maka penyelesaian dalam perceraian memerlukan ketentuan-ketentuan hukum perdata internasional. Pengaturan status hukum anak hasil perkawinan campuran dalam UU Kewarganegaraan yang baru, memberi pencerahan yang positif, terutama dalam hubungan anak dengan ibunya, karena UU baru ini mengizinkan kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak hasil perkawinan campuran