Tinjauan hukum Islam terhadap ketidakjelasan waktu penangguhan pembayaran dalam perjanjian jual beli mebel (studi kasus perjanjian jual beli mebel antara PT Hmfurniture di Semarang dengan pengrajin Visa Jati di Jepara)

Manusia merupakan makhluk sosial yang berarti dia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari salah satunya adalah dengan Jual beli, dalam Islam dikenal dengan jual beli pesanan atau biasa disebut dengan salam. Jual beli pesanan dilakukan dengan cara pembeli memesan barang kepada penjual dengan spesifikasi dan harga yang disepakati kedua belah pihak. Istishna merupakan akad cabang dari salam hanya saja obyek yang diperjanjikan berupa manufacture order. Jual beli mebel umumnya dilakukan dengan pesanan (istishna), dalam perjanjian jual beli mebel antara pengrajin Visa Jati dengan PT Hmfurniture pihak PT Hmfurniture tidak menyebutkan secara jelas tempo pembayaran dan harus ditangguhkan, hal ini terjadi pada pengrajin mebel sebagai penjual dan PT sebagai pembeli. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap ketidakjelasan penangguhan waktu pembayaran dalam perjanjian jual beli mebel. Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (Field research) adapun teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi, wawancara, dan observasi. Sedangkan metode analisisnya adalah metode deskriptif. Hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan menunjukkan bahwa jual beli secara pesanan merupakan jual beli yang diperbolehkan asalkan segala syarat dan rukunnya terpenuhi. Penangguhan waktu pembayaran diperbolehkan dalam hukum Islam, Imam Syafi’i dalam kitabnya Al Umm jilid IV menjelaskan diperbolehkan penangguhan waktu akan tetapi waktu dalam batasan waktu yang jelas. Dalam perjanjian jual beli mebel yang dilakukan antara pengrajin dan PT Hmfurniture dengan pengrajin Visa Jati terdapat rukun yang tidak terpenuhi yaitu dalam hal pembayaran yang harus ditangguhkan sampai batasan waktu yang tidak jelas yang menimbulkan kerugian pada pihak pengrajin, jual beli seperti ini mengandung gharar yaitu tidak adanya kepastian dan berakibat pada resiko penipuan. Hukum Islam tidak memperbolehkan jual beli yang mengandung gharar, karena hal itu berarti merugikan salah satu pihak dan hilangnya unsur keridhaan yang merupakan dasar dan prinsip dalam setiap muamalah. Jual beli yang mengandung gharar dan penipuan merupakan tindakan yang tercela dan tindakan aniaya terhadap pihak yang lemah, dampak dari kerugian itu berakibat pada kondisi sosial ekonomi bagi pengrajin dan masyarakat di sekitarnya