Pemahaman Hadis Tentang Larangan Mencaci-maki Masa (Analisis Teologis)

Siti Rahmi, 1201421320, Pemahaman Hadis Tentang Larangan Mencaci-maki Masa (Analisis Teologis), Pembimbing Dr. Akhmad Sagir, M.Ag dan Dra. Hj. Noor’ainah, M. Fil.I.\ud Kata Kunci: Fiqh al-hadîts, mencaci-maki, dan masa.\ud Allah swt. adalah Pencipta alam dan segala isinya. Allah jugalah Sang Pengatur pergantian malam dan siang. Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari, sering didengar ucapan-ucapan yang mengandung keluhan bahkan cacian kepada masa/waktu disebabkan ada sesuatu yang tidak disukai terjadi, seperti “aduhai sialnya hari ini”, “sungguh panas cuaca hari ini”, dan yang lainnya. Sementara itu ada hadis qudsi yang menjelaskan bahwasanya mencaci-maki masa itu dilarang. Dari sinilah penelitian ini berangkat, yakni berusaha untuk mengetahui dan mencari pemahaman (fiqh al-hadîts) secara tekstual dan kontekstual tentang larangan mencaci-maki masa. \ud Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan sumber-sumber data literatur yang terkait. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan fiqh al-hadîts,. Dengan metode deskriptif, penulis berusaha menggambarkan suatu topik secara lebih detail, utuh, dan sistematis. Adapun langkah-langkahnya: 1) Menentukan tema hadis dalam penelitian. 2) Menghimpun hadis-hadis yang terkait dengan tema. 3) Mengumpulkan sejumlah bahan dan referensi yang terkait dengan tema yang diteliti. 4) Menganalisa hadis-hadis tersebut melalui pemahaman tekstual dan kontekstual. 5) Menyimpulkan hasil penelitian.\ud Setelah dilakukan penelitian, maka diperoleh hasil sebagai berikut:\ud a. Secara tekstual, hadis tentang larangan mencaci-maki masa terdapat pada Kutub al-Tis’ah, hadisnya berstatus hadis âhâd ‘azîz yang berkualitas shahîh. Dalam pemaknaan berdasarkan bahasa, hadis ini melarang manusia untuk mencaci-maki masa, sebab dianggap sama dengan mencaci-maki Allah swt. sebagai Pencipta. Adapun redaksi atau matan hadis-hadis tersebut ada yang memiliki kesamaan dan ada juga perbedaan lafal, namun tidak membawa kepada perbedaan makna.\ud b. Secara kontekstual, asbâb al-wurûd hadis ini adalah bahwa pada masa Rasulullah, ada orang-orang yang mencaci-maki masa dengan ucapan “aduhai celakanya masa”. Maka Rasulullah pun bersabda dengan hadis tersebut. Adapun jika ditinjau dari segi analisis teologis atau aspek hukum yang terdapat dalam hadis ini adalah: pertama, jika hanya sekedar pengabaran saja, maka dibolehkan. Kedua, jika seeorang yang mencaci-maki masa itu berkeyakinan bahwa masa lah yang telah berbuat bukan Allah, maka termasuk ke dalam syirik akbar, bahkan ada yang berpendapat bahwa ia telah kafir. Ketiga, jika seseorang yang mencaci-maki masa karena ada sesuatu yang tidak disukainya terjadi, namun ia tetap berkeyakinan bahwa Allah adalah Pencipta, maka hukumnya haram, tapi tidak sampai pada derajat syirik