Pemahaman Hadis tentang Pola Hidup Sederhana (Kajian Fiqh al-Hadῑts)

Najirah, 0901420927, Pemahaman Hadis tentang Pola Hidup Sederhana (Kajian Fiqh al-Hadῑts), Drs. H. Ahd. Zamani, M.Ag.\ud Kata Kunci: Fiqh al-Hadῑts, hidup sederhana, proporsional dan hemat\ud Penelitian ini bertolak belakang dari permasalahan adanya kecenderungan pola hidup sebagian kaum muslimin dan muslimat sekarang ini yang senang berhura-hura dan berperilaku konsumtif dan mereka cenderung mengikuti hawa nafsu tanpa memperhitungkan bahwa itu perbuatan yang sia-sia dan merugi, baik itu pejabat negara maupun rakyat biasa. Di sini lain Islam mengajar agar manusia untuk tidak berperilaku hidup boros atau hemat, dan proporsional. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah saw., seorang yang sangat mulia, pemimpin umat, kepala negara, beliau hidup sangat sederhana seperti makan gandum selama tiga malam berturut-turut, bahkan pernah mengalami selama hidup satu bulan tidak pernah menyalakan api (memasak), karena makanannya hanya kurma dan air, tidur beliau hanya beralaskan pelepah kurma, sehingga ketika beliau bangun, akan terlihat bekas-bekasnya.\ud Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemaknaan terhadap hadis-hadis pola hidup sederhana bila dipahami dengan metode fiqh al-hadîts dan relevansi makna hadis jika dihubungkan dengan realita dan kehidupan masa kini. Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat kualitatif, yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis, seperti buku, artikel, jurnal yang telah dipublikasikan dan berhubungan dengan topik pembahasan yang sedang diteliti untuk memperoleh data-data yang jelas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis, yakni dengan mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan redaksi hadis, lalu menganalisanya sesuai dengan konteks sekarang, dengan teknik deskriptif, yaitu penelitian, analisis, dan klarifikasi. Dalam melakukan analisa ada tiga langkah utama, yaitu: Pertama, analisis isi, yaitu pemahaman terhadap muatan makna hadis melalui beberapa kajian, yaitu kajian kebahasaan, kajian tematis komprehensif, dan kajian konfirmatif. Kedua, analisis asbâb al-wurûd. Ketiga, analisis generalisasi, yaitu menangkap makna universal yang tercakup dalam hadis, yang inti dan esensi makna dari sebuah hadis.\ud Berdasarkan hasil kajian dengan metode fiqh al-hadîts, maka dapat dilaporkan hasil penelitian sebagai beriku:\ud Pertama, dengan memperhatikan matn-matn hadis yang melalui metode takhrîj al-hadîts telah terjadi periwayatan secara makna dalam meriwayatkan hadis ini. Pada riwayat Imam an-Nasâ’iy tercantum lafal wasyrabu sebagaimana yang juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam riwayat yang berbeda dan kata tambahan ma la yukhalithhu tanpa menggunakan kata ghair. Sedangkan riwayat Ahmad ibn Hanbal menggunakan kata saraf bukan israf. Dalam riwayat Ahmad ibn Hanbal juga mendahulukan lafal makhillah kemudian lafal saraf atau isrâf.\ud Kedua, dilihat dari kualitas sanad nampak ada satu orang yang dianggap tidak mempunyai integritas yang baik yaitu Syu’aib ibn Muhammad ibn Abdullâh, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dari segi integritas periwayat tidak memenuhi syarat hadis sahih. Sedangkan ditinjau dari segi bersambung tidaknya sanad, hadis tersebut jelas bersambung sanadnya dari awal sampai akhir. Bisa dibuktikan melalui bertemunya setiap murid dengan gurunya. Berdasarkan pertimbangan dan logika di atas dari segi sanad, hadis ini dapat dikatakan sebagai hadis ahad. Tepatnya hadis ahad yang gharîb pada awal sanad, dan azîz pada akhirnya, dikarenakan sebagian tingkat dari sanadnya memiliki dua orang periwayat, sedang sebagian lagi tidak banyak. Ditilik dari kualitas sanadnya termasuk hadis dhaif, karena salah satu periwayat mempunyai cacat dari segi integritas.\ud Ketiga, dilihat dari fiqh al-hadîts, pola hidup sederhana yang dimaksud dalam hadis tersebut memberikan pengertian bahwa hidup secara proporsional dan hemat. Maksud proporsional adalah tidak berlebih-lebihan atau tidak mengandung unsur kemewahan, misalnya dalam hal makan, minum, rumah, dan kendaraan dan kebiasaan atau perilaku sehari-hari yang dilakukan sesuai kebutuhan dan kemampuan serta tidak berlebih-lebihan. Sedangkan hemat di sini adalah kesederhanaan dalam menggunakan harta berarti tidak boleh berlebih-lebihan meskipun itu untuk amal kebajikan, berinfak dan bersedekah misalnya, sehingga menyebabkan berbagai kesulitan bahkan kebangkrutan. Tetapi juga tidak boleh kikir, baik untuk diri sendiri maupun untuk zakat, infak, sedekah, atau kepentingan sosial lainnya.\ud Keempat, hidup sederhana tidak dimaknai sebagai anjuran untuk tidak bekerja keras untuk mengumpulkan uang atau larangan untuk memperkaya diri, akan tetapi hadis tersebut menumbuhkan sikap berwawasan hidup moderat, tidak terjerat oleh hawa nafsu rendah yang menyebabkan pada lupa diri dan Tuhannya. Di samping itu juga bertujuan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang lebih baik dan bersih dari korupsi. Seperti seorang pejabat tidak akan mau melakukan korupsi meskipun ada kesempatan untuk melakukan kejahatan itu, karena adanya sikap hidup sederhana yang tidak mengikuti hawa nafsu