TRADISI LOKAL SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI SOSIAL DALAM MEMPERTAHANKAN SOLIDARITAS SOSIAL MASYARAKAT DESA TRANSISI (Studi Kasus Tentang Slametan Jumat Legi pada Masyarakat Dusun Bulurejo, Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang)

Salah satu tradisi lokal yang masih dilakukan dan dipertahankan pada masyarakat pedesaan adalah slametan jumat legi. Tradisi slamatan jumat legi merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh warga secara rutin sebulan sekali sesuai dengan penanggalan Jawa. Bagi masyarakat Jawa Timur, khususnya Dusun Bulurejo Desa Saptorenggo Pakis Jumat legi dianggap sebagai malam keramat. Kegiatan Slametan Jumat Legi tersebut menjadi media atau sarana komunikasi sosial yang menumpang pada pranata sosial sehingga terbangunnya interaksi sosial dan fungsi informatif antar individu dalam masyarakat. Sehingga dengan interaksi sosial yang terjadi menumbuhkan solidaritas sosial. Solidaritas sosial tersebut meningkatkan kebersamaan komunitas meliputi: seperasaan, sepenang-gungan, dan saling butuh pada masyarakat Dusun Bulurejo sebagai masyarakat desa transisi dimana terjadinya tumpang tindih antara nilai-nilai tradisional dengan prilaku modern. Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan tradisi lokal Slamatan Jumat legi masih dipertahankan oleh masyarakat Dusun Bulurejo sebagai masyarakat desa transisi, (2) menganalisis proses kegiatan Slamatan Jumat Legi pada warga Dusun Bulurejo, (3) menganalisis interaksi yang terjadi dalam Slamatan Jumat Legi sebagai media media komunikasi sosial pada warga dusun, (4) menganalisis perilaku Slamatan Jumat Legi sebagai media komunikasi sosial yang dapat mempertahankan solidaritas sosial masyarakat Dusun Bulurejo. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif pendekatan studi kasus dengan format deskriptif. Pengumpulan data menggunakan teknik (a) wawancara mendalam (in dept interview), (b) observasi partisipan (participan observation), dan (c) dokumenter atau studi kepustakaan. Berdasarkan temuan penelitian, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Penyebab tradisi lokal Slametan Jumat Legi masih dilaksanakan di Dusun karena, keselamatan dimaknakan agar dirinya bisa selamat dan memiliki hubungan seseorang dengan Tuhan, Jumat Legi berdasarkan perhitungan (petungan), khususnya masyarakat Dusun Bulurejo dianggap sebagai malam keramat atau sakral saat yang terbaik untuk kirim doa kepada arwah sanak saudara, sebagai sarana mengumpulkan warga dan menumbuhkan keakraban, kepedulian, dan saling berinteraksi. (2) Proses pelaksanaan Slametan Jumat Legi di Dusun Bulurejo sesuai dengan perkembangan sekarang ini dibagi pada dua cara, yakni cara yang masih mempertahankan pola lama dalam kelompok kecil jumlah 7 s.d 15 orang dilaksanakan di rumah dan kelompok besar 40 orang (satu RT) dilaksanakan di mushola dengan alasan waktu efesien, tidak merepotkan punya rumah, dan pengeluaran biaya tidak terlalu besar. (3) Slametan Jumat Legi sebagai media komunikasi sosial merupakan sarana interaksi antar individu atau warga, dimana interaksi yang terjadi berupa menyampaikan informasi tentang perkembangan wilayah ke RT-an, warga yang sakit, yang ditimpa musibah, sebagai media komunikasi mengobrol tentang keluarga, lingkungan, masjid, sebagai media forum silaturahmi meningkatkan kekeluargaan antar warga dusun, sebagai media mengirimkan doa kepada arwah keluarga yang sudah meninggal dan leluhurnya, dan sebagai media memberi sedeqah makanan kepada tetangga. Dengan demikian Interaksi simbolik yang terjadi dalam slametan jumat legi oleh setiap individu dimaknai berbeda oleh setiap warga, akan tetapi menjadi kesepakatan bersama untuk memberikan simbol-simbol pada proses pelaksanaannya. (4) Perilaku tradisi lokal Slametan Jumat Legi dapat mempertahankan solidaritas sosial pada warga dusun. Solidaritas sosial yang terbentuk dari kegiatan slametan Jumat legi melalui media komuniasi sosial menjadi tindakan sosial dalam bentuk perilaku tolong menolong dan gotong royong antar warga, seperti tradisi soyo atau sambatan, rewang dan biodo, buwuh, nglayat atau taqziyah, nyambang tetangga, dan bariÂ’an (slametan bersih desa). Karena itu selamatan Jumat Legi memiliki makna agar terpeliharanya integrasi sosial antar warga. Simbol-simbol yang ditampilan dalam upacara selamatan secara keseluruhan melambangkan persatuan atau integrasi masyarakat. Berdasarkan kesimpulan dapat disaran: (1) Walaupun proses pelaksanaan Slametan Jumat Legi di Dusun Bulurejo sekarang ini sudah mengalami perubahan cara dengan ditempatkan di mushola dan jumlah anggota yang lebih besar, sebaiknya masyarakat masih mempertahankan interaksi sosial dalam menumbuhkan keakraban, kepedulian, dan interaksi yang positif antar warga. (2) Dusun Bulurejo sebagai masyarakat desa transisi yang terus mengalami perubahan dari tradisional menuju modernitas, dan dikelilingi oleh pembangunan perumahan baru, diharapkan masih melaksanakan perilaku tradisi lokal yang positif agar jalinan integrasi sosial yang sudah ada masih tetap dipertahankan. (3) Aparat pemerintahan desa, tokoh masyarakat, agama, dan pemuda Dusun Bulurejo hendaknya masih mempertahankan perilaku solidaritas sosial tradisi lokal yang positif, seperti soyo, sambatan, rewang, buwuh, ngelayat, taqziyah di era globalisasi