GENDER DALAM PEMBANGUNAN POLITIK LOKAL ( Studi Penelitian Kiprah Politik Perempuan Sebagai Anggota DPRD Kota Malang Periode 2009-2014)

Perempuan dalam sejarah selalu bergulat dengan nelangsa. Nestapa kehidupan selalu akrab dengan dirinya akibat dari belenggu tafsir relasi gender yang keliru. Hadirnya iklim keterbukaan yang ditandai dengan arus modernisasi politiki yang bergelombang dengan semakin masifnya perkembangan dunia teknologi informasi sedikit banyak memberi ilham dan inspirasi pada perbaikan gerakan perempuan untuk bangkit. Dimotori oleh gerakan feminisme yang mulai dikenal sekitar tahun 70an, gerakan ini memperjuangkan kesetaraan gender dalam beberapa kehidupan sosial. Gerakan ini menggugat dominasi dan monopoli laki-laki yang hampir disegala sektor yang menyebabkan perempuan minim mendapatkan ruang lebih untuk berekspresi. Perempuan dengan terpaksa lebih cenderung di wilayah domestik dan kurang dipercaya mengurusi wilayah publik yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Kehidupan politik merupakan salah satu ruang strategis perempuan dalam menggapai mimpi kebebasan yang ditawarkan oleh kaum feminisme. Politik dianggap menjadi media paling mutual karena disanalah banyak dicapai kesepakatan-kesepakatan politik (kebijakan) menyangkut nasib kaum perempuan. Politik sangat tepat untuk mengangkat derajat kaum perempuan karena proses politik penentuan kebijakan ditentukan di medan ini. Namun berinteraksi dalam iklim politik yang serba tidak menentu membutuhkan persiapan yang matang serta kucuran keringat dan pengorbanan yang tidak sedikit. Perempuan harus mampu beradaptasi dengan kerasnya politik pragmatis yang tak sedikit justru menciptakan perangkap baru pada perempuan. Maka, mengisi kehidupan politik dengan kesiapan mental dan modal sosial ialah sebuah keniscayaan jika perempuan ingin mengambil peran starategis dalam politik dan kehadiranya bukan dianggap simbolis belaka. Kehadiran politik perempuan baik segi kuantitas dan kualitas sangat diperlukan untuk menyelesaikan beberapa persoalan sosial yang sebetulnya menempatkan perempuan sebagai mayoritas korbanya. Dalam bingkai seperti itulah perspektif kerja berusaha dijalankan oleh beberapa anggota DPRD perempuan Kota Malang yang melihat bahwa memajukan pembangunan di Kota Malang sama artinya mengangkat derajat kaum perempuan. Persoalan Otonomi daerah jika disimak dengan kacamata yang lebih obyektif lagi akan terlihat bahwa sumber persoalan terbesar menyangkut nasib perempuan. Mulai dari kemiskinan, angka putus sekolah, KDRT, perdagangan manusia dan sebagainya. Berangkat dari titik tolak kesadaran kolektif bahwa selama ini para politisi laki-laki kurang menaruh perhatian serius pada upaya penangan masalah tersebut mengakibatkan muncul sebuah kesadaran bahwa kehadiran perempuan sangat diperlukan karena perempuan dianggap lebih paham dan perduli dengan nasib yang dialami kaumnya. Walaupun tidak terlalu dikotomis perempuan dianggap lebih paham akan persoalan dirinya sehingga diharapkan lebih solutif dalam menghasilkan kebijakan. Politisi perempuan yang ada di DPRD Kota Malang walau tidak seluruhnya berusaha membingkai semua harapan masyarakat dalam kesatuan kinerja yang maksimal. Mereka berusaha menjawab keraguan yang disematkan kepada mereka dengan berusaha melakukan beberapa terobosan progresif, misalnya menciptakan Perda pro rakyat serta mendorong jalanya pengelolaan APBD dan pemerintahan yang lebih akuntabel dan transparan. Mereka juga sadar bahwa untuk maksimal dalam bekerja diperlukan kemampuan politik yang memadai. Kemampun yang mutlak dipenuhi ialah kemampuan komunikasi, negosiasi, analisa dan menghasilkan solusi. Maka tidak ada jalan lain selain terus belajar dan belajar menutupi segala kekurangan yang ada serta selalu melihat kedepan