Strategi Pengelolaan Mangrove di Kawasan Mangrove Bengkak Center Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terbesar dan kekayaan hayati yang paling banyak. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat dan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat maka akan menimbulkan tekanan terhadap sumberdaya alam, yang mana pemanfaatannya belum banyak memperhitungkan kerugian yang berdampak ekologis. Begitu juga dengan pembangunan wilayah pesisir sekitar kawasan hutan mangrove, pemanfaatan wilayahnya biasanya tidak dilakukan dengan bijaksana dan berwawasan ramah lingkungan. Pengembangan pariwisata dengan konsep ekowisata merupakan upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal. Wisata yang dilakukan dalam konteks ini berkaitan erat dengan kegiatan konservasi, pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar dan saling menghargai perbedaan kultur atau budaya. Hal tersebut menyebabkan pergeseran konsep kepariwisataan dunia ke model ekowisata, disebabkan karena kejenuhan wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata buatan. Hal tersebut dapat menarik wisatawan asing mengunjungi obyek berbasis alam dan budaya penduduk lokal dengan demikian peluang ini dapat dimanfaatkan secara maksimal. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Mangrove Bengkak Center, di Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi. Pemilihan lokasi penelitian di desa Bengkak dikarenakan terdapat kawasan mangrove yang sedang dalam pengoptimalan sebagai destinasi wisata namun bersebelahan dengan tambak yang ada di sekitar mangrove tersebut. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 - 23 Juli 2019. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan Metode Analisis Deskriptif, Analisis Data Kualitas Perairan, dan Analisis Data Kerusakan Mangrove. Hasil data yang didapat berupa adanya beberapa spesies mangrove yakni antara lain : Avicennia Marina dengan kerapatan jenis 750 ind/ha dan memiliki kerapatan relatif jenis 13,11%, Bruguiera gymnorrhiza dengan kerapatan jenis sebesar 83 ind/ha dan kerapatan relatif jenis sebesar 13,11%, Rhizophora apiculatadengan kerapatan jenis sebesar 816 ind/ha dan kerapatan relatif jenis 18,04%, Pemphis acidula dengan kerapatan jenis sebesar 67 ind/ha dan kerapatan relatif jenis 1,53%, Rhizophora mucronatadengan kerapatan jenis sebesar 258 ind/ha dan kerapatan relatif jenis 25%, Sonneratia albadengan kerapatan jenis sebesar 1050 ind/ha dan kerapatan relatif jenis 36,73%. Berdasarkan perhitungan analisis kerusakan menurut Keputusan Menteri LH. No 201 Tahun 2004 dibawah 1000 pohon/ha, hanya spesies Sonneratia albamemiliki kategori paling baik. Di lokasi tersebut tidak ditemukan mangrove dengan kategori anakan. Sehingga dipastikan terjadi kematian alami karena kondisi lokasi yang tidak sesuai untuk mangrove bertumbuh. Dengan kondisi di lokasi penelitian tersebut, maka beberapa strategi yang dilakukan adalah dengan menginstalasi water treatment yang mampu mengolah air yang terkontamintasi untuk mendapatkan perawatan kualitas air yang diinginkan, memberikan bantuan mesin penyedot air yang diungkapkan warga sekitar, untuk mengaliri air Blok-Blok yang tidak tergenang air, lalu mengolah limbah ternak sebagai biogas atau kompos yang mampu dijadikan bahan pembuatan pupuk organik untuk memberikan keuntungan pada penduduk sekitar kawasan Mangrove Bengkak Cente