SYŪRA DAN DEMOKRASI DALAM PEMIKIRAN POLITIK MUHAMMAD'ABID AL-JABIRI

Diskursus tentang syüra dan demokrasi sampai sekarang masih menjadi tema yang sangat menarik dan masih banyak dibicarakan oleh para intektual. Baik dari kalangan intelektual muslim sendiri maupun kalangan intelektual Orientalis sekalipun. Sebab, sampai sekarang pemahaman tentang syura dan demokrasi masih jauh dari yang diharapkan. Setidaknya, dalam memaknai syur dan demokrasi muncul tiga kelompok. Kelompok per-tama adalah kelompok konservatif, yakni golongan ulama klasik (mereka tidak mau menerima tradisi di luar tradisi Islam) Kelompok ke-dua, adalah kelompok moderut (orang-orang yang setengah menerima dan setengah menolak). Sedangkan kelompok yang ke tiga adalah kelompok modem (mereka menolak secara mentah-mentah ketika di katakan bahwa syura sama dengan demokrasi). Pendapat mereka lebih cenderung di dasarkan kepada perbedaan makna dan penerapan syuri dan demokrasi tersebut. Untuk melihat pertarungan yang terjadi antara elit pemikir Islam, maka penulis menyajikan dua rumusan masalah, yaitu bagaimana syura dan demokrasi dalam Islam? bagaimana syurå dan demokrasi dalam pandangan Muhammad Abid al-Jabiri dan signifikansinya dengan konteks keindonesiaan? Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kepustakaan mumi. Semua karya-karya yang yang terkait dengan penelitian ini dijadikan sebagai bahan rujukan untuk membaca pemikiran tokoh. Untuk menganalisis data penulis mempergunakan metode khusus yaitu, analisis domain dan analisis taksonomi. Sedangkan untuk memudahkan pengolahan data maka, penulis mempergunakan metode deskriptif-interpretatif. Dalam segi pendekatan, penulis menggunakan pendekatan historis-faktual. Hasil yang didapat adalah, bahwa syürä berbeda dengan demokrasi. Entah itu di lihat dari sejarahnya, maupun penerapannya. Menurut al-Jabiri, jika demokrasi hendak diterapkan di negeri Arab, maka dituntut adanya revolusi sejarah Revolusi sejarah yang dibutuhkan bangsa Arab mencakup: Revolusi kesadaran yang berpijak pada pemisahan sempurna antara keesaan di bidang ketuhanan dengan sekutu (pluralitas) di bidang kekuasaan dan politik. Revolusi dalam hal pengangkatan penguasa, yakni pengangkatan berdasar pertimbangan "tokoh" menuju pengangkatan berdasar ideologi kepartaian (mengganti sistem kelompok dan kekerabatan yang kaku menjadi sistem kepartalan yang dinamis). Selain itu, penting bagi bangsa Arab untuk, mendirikan blok historis". Penyatuan dua elemen utama masyarakat yang diwakili oleh elit modem" dan "elit tradisional Kelemahan gerakan-gerakan Islam selama ini adalah tiadanya hubungan baik secara organisatoris maupun emosional antara elite modern dengan masyarakat umum. Sedangkan signifikansi syüra dan demokrasi al-Jabiri dalam konteks keindonesiaan adalah, bahwa system pemerintahan Indonesia mempunyai keunikan tersendiri, dengan penduduk yang pluralis, mempunyai penduduk muslim terbesar, namun tidak memilih Islam sebagai institusinya, dan tidak memberlakukan syari'at sebagai hukum. Untuk memfasilitasi kemajemukan tersebut agar tidak terjadi konflik, maka demokrasilah jawabannya