Analisis pengetahuan, persepsi dan sikap konsumen terhadap produk lpg pertamina kemasan 3 kg (studi kasus di desa leuwiliang, kecamatan leuwiliang, kabupaten bogor, jawa barat)

Program konversi minyak tanah ke LPG diluncurkan oleh pemerintah dengan pertimbangan satuan subsidi per kilogram yang lebih kecil dibandingkan subsidi per liter minyak tanah, LPG dipandang sebagai energi altenatif yang aman bagi kesehatan, dan ramah lingkungan. Konversi penggunaan minyak tanah ke LPG dipandang sebagian kalangan sebagai jalan keluar dan langkah yang tepat untuk pengurangan beban devisa negara, juga karena Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal, serta beragam alasan lain terkait kualitas lingkungan, efisiensi dan harga per satuan energi yang dihasilkan. Sasaran program pengalihan/konversi minyak tanah ke LPG adalah ZERO-KERO 2012. Pengertian “Zero-Kero” adalah kondisi dimana tidak ada lagi minyak tanah bersubsidi yang digunakan untuk memasak. Sesuai Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2006 maka minyak tanah untuk penerangan tetap tersedia. Selain itu minyak tanah akan tetap dipasarkan dengan harga keekonomian atau ditingkatkan nilai tambahnya menjadi avtur. Terdistribusinya tabung LPG 3 kg untuk 6 juta KK pada tahun 2007 dan sekitar 42 juta KK pada akhir tahun 2012. Meskipun program konversi minyak tanah ke LPG sudah berjalan lebih dari dua tahun yang diawali uji coba pasar pada bulan Agustus dan Desember 2006, melibatkan beberapa instansi pemerintah dan konsultan independen dengan berbagai metode sosialisasi telah dilakukan antara lain melalui penyuluhan langsung kepada masyarakat, iklan layanan masyarkat di radio dan televisi, dengan pesan yang disampaikan “LPG lebih mudah dan hemat, aman, bersih, ramah lingkungan dan praktis”. Dari uji pasar disimpulkan bahwa program pengalihan akan mendapat dukungan dari masyarakat. Responden menganggap mereka lebih suka menggunakan LPG daripada minyak tanah dengan alasan utama: cepat, hemat, praktis dan bersih. Telah pula dilakukan penelitian mengenai aspek sosial budaya program konversi BBM dimana kesiapan dan persentase terbesar contoh menganggap program penting dan bersedia berpartisipasi. Program konversi minyak tanah ke LPG diluncurkan dengan tujuan selain untuk menghemat anggaran pemerintah, juga untuk menghemat pengeluaran keluarga dan rumah tangga. Namun dalam pelaksanaannya program konversi minyak tanah ke LPG yang dilakukan di beberapa wilayah tidak mudah mengubah perilaku konsumsi energi bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke LPG. Tingkat penerimaan dan partisipasi keluarga di berbagai wilayah beragam, dan tingkat partisipasi paling rendah yang dilaporkan adalah 30%. Bahkan disinyalir terdapat sebagian keluarga yang semula mencoba beralih dari minyak tanah ke LPG, kembali menggunakan bahan bakar minyak. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi dan menginventarisasi upaya sosialisasi konversi minyak tanah yang dilakukan pemerintah di Desa Leuwiliang, Kecamatan Leuwiliang; 2) mengidentifikasi pengetahuan ibu rumah tangga di Desa Leuwiliang Kecamatan Leuwiliang mengenai bahan bakar LPG kemasan 3 kg; 3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap ibu rumah tangga di Desa Leuwiliang, Kecamatan Leuwiliang terhadap bahan bakar LPG kemasan 3 kg; 4) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan bahan bakar LPG kemasan 3 kg di Desa Leuwiliang, Kecamatan Leuwiliang. Pendekatan penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan penelitian survey, menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan tatap muka langsung kepada 153 responden terdiri dari 67 responden hanya pengguna LPG, 71 responden bukan pengguna LPG serta 15 responden pengguna LPG dan bahan bakar lain dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui telaah berbagai kepustakaan, laporan, dan dokumen-dokumen yang relevan dari instansi terkait maupun dari sumber lainnya, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis regresi logistik. Dari hasil analisis penelitian ini diketahui sosialisasi program konversi minyak tanah ke LPG melalui iklan di televisi, dianggap cukup berhasil, meskipun hanya 28 responden (18,3%) mengatakan pernah melihat iklan layanan masyarakat (ILM), pesan yang ingin disampaikan oleh pemerintah kepada masyarakat penerima pesan telah sesuai, hal ini terlihat bahwa materi iklan tersebut mudah dimengerti, mudah diingat, informatif, mendidik dan dapat dipercaya oleh masyarakat/penerima pesan. Hampir seluruh responden (99,3%) mendengar informasi program sosialisasi langsung dari petugas RT/RW tempat dimana responden tinggal. Tingkat partisipasi dan kehadiran responden dalam penyuluhan cukup tinggi (77,1%), penyuluhan lebih banyak dilaksanakan di rumah RT/RW. Secara garis besar hasil analisis penelitian ini diketahui bahwa tingkat pengetahuan, persepsi dan sikap responden hanya pengguna LPG lebih baik/positif dibandingkan dengan responden bukan pengguna LPG serta responden pengguna LPG dan menggunakan bahan bakar lain. Masih banyak responden tidak mengetahui alasan pemerintah meluncurkan program konversi minyak tanah ke LPG dan pengetahuan responden mengenai tujuan pemerintah melakukan program konversi minyak tanah ke LPG tergolong rendah. Hal ini dikarenakan keterbatasan informasi program yang diterima, baik melalui media elektronik, media massa maupun melalui penyuluhan langsung. Rendahnya pengetahuan responden mengenai kelebihan/keunggulan, penghematan LPG, tempat pembelian isi ulang LPG serta pengetahuan cara pemasangan peralatan kompor LPG, dikarenakan faktor pengalaman menggunakan LPG, meskipun responden pernah menggunakan paket konversi, namun hanya sampai isi tabung perdana habis, tidak pernah melakukan sendiri pembelian isi ulang LPG, tempat tinggal responden jauh dari warung/kios penjual isi ulang LPG, pemasangan peralatan dilakukan oleh suami, putra atau putri (telah dewasa) responden, atau oleh pedagang/penjual isi ulang LPG. Dari hasil penelitian ini juga diperoleh 1) persepsi positif responden terhadap program konversi minyak tanah ke LPG adalah kemudahan membersihkan kompor LPG, kemudahan memperoleh isi ulang LPG, kemudahan mengoperasikan kompor, LPG ramah lingkungan, kemanan LPG bagi kesehatan dan lingkungan dan persepsi positif terhadap ketepatan sasaran program konversi; 2) persepsi negatif adalah persepsi terhadap penghematan, kepentingan program, keamanan LPG dan persepsi negatif terhadap keamanan minyak tanah bagi kesehatan dan lingkungan. Masih banyaknya responden yang menganggap LPG tidak/kurang hemat, program konversi minyak tanah ke LPG agak/tidak penting, LPG kurang/tidak aman, pengoperasikan kompor LPG agak/tidak mudah, hal ini dikarenakan daya beli responden yang rendah, LPG tidak dapat dibeli secara eceran sebagaimana halnya minyak tanah, sosialisasi program konversi dan informasi yang didapatkan responden masih rendah, masalah kebiasaan/budaya, responden terbiasa menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak, minyak tanah dianggap tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan, masih takut menggunakan kompor LPG, memasak menggunakan kompor LPG harus selalu ditunggu, tidak bisa ditinggal atau disambi dengan pekerjaan lain, pengalaman responden menggunakan kompor LPG hanya terbatas menggunakan tabung LPG perdana, pemberitaan dan informasi negatif mengenai LPG dan kualitas kompor. Hasil penelitian ini juga diperoleh 1) sikap positif/suka responden terhadap program konversi minyak tanah ke LPG adalah sikap positif terhadap penyuluhan/sosialisasi, kecepatan memasak, kemudahan membersihkan kompor LPG, kemudahan memperoleh isi ulang LPG, cara dan alat sosialisasi yang digunakan, materi sosialisasi yang disampaikan penyuluh, dan sikap responden terhadap LPG ramah lingkungan; 2) sikap negatif/tidak suka responden adalah sikap terhadap kemudahan menggunakan kompor LPG, LPG lebih murah dari minyak tanah, dan sikap responden tehadap keamanan LPG. Sikap negatif responden dikarenakan alasan ekonomi dan tempat tinggal responden jauh dari warung/kios penjual isi ulang, pengalaman dan pengetahuan, kebiasaan masyarakat membeli bahan bakar untuk memasak secara eceran, daya beli masyarakat, pengelolaan/manajemen keuangan keluarga masih rendah, pemberitaan negatif tentang LPG, masih banyak ibu rumah tangga belum bisa menggunakan kompor LPG, perasaan takut ketika responden menggunakan kompor LPG, responden berpendapat masih lebih aman menggunakan kompor minyak tanah. Hasil analisis regresi logistik persepsi, sikap responden terhadap program konversi minyak tanah ke LPG dan penggunaan LPG menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara persepsi positif dan persepsi negatif responden dalam hal usia, akses dan pengetahuan responden, terdapat perbedaan yang nyata antara sikap positif/suka dan sikap negatif/tidak suka responden menggunakan LPG dalam hal akses dan pengetahuan namun tidak berbeda nyata dalam hal usia. Terdapat perbedaan yang nyata antara responden yang memakai dan tidak memakai LPG sebagai bahan bakar untuk memasak dalam hal persepsi dan sikap. Dari hasil penelitian ini diperoleh upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan penggunaan bahan bakar LPG kemasan 3 kg dilingkungan keluarga yaitu 1) melakukan sosialisasi yang memadai sebelum pendistibusian paket kompor bantun pemerintah dengan melibatkan jalur institusional pemerintah sampai ke tingkat RW/RT dan kelompok keagamaan dan organisasi kemasyarakatan; 2) sosialisasi hendaknya bukan hanya menyampaikan program konversi minyak tanah ke LPG secara makro terkait alasan dan tujuan program, tetapi juga menyangkut hal teknis operasional penggunaan kompor, aspek keamanan, kelebihan penggunaan LPG, serta upaya meningkatkan kemampuan daya beli keluarga terkait pengelolaan/manajemen sumber daya keuangan keluarga; 3) mempermudah akses masyarakat penerima program dengan memperpendek jalur distribusi, khusunya bagi masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari pusat perekonomian dan. memberikan jaminan/garansi terhadap kompor LPG dan perlengkapannya; 4) pencacahan dan pendistribusian paket kompor LPG bantuan pemerintah hendaknya ditujukan hanya kepada masyarakat kurang mampu pengguna minyak tanah; 5) pemerintah hendaknya mengembangkan bahan bakar alternatif selain LPG yang disesuaikan dengan daya beli dan ketersediaan sumber energi dalam negeri, agar tersedia pilihan atau alternatif bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar untuk keperluan memasak sesuai dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Analisis statistik dan penelitian lanjutan berkaitan dengan produk LPG Pertamina kemasan 3 kilogram, penulis merekomendasikan : (1) Analsis statistik mengenai pengetahuan, persepsi dan sikap konsumen terhadap produk LPG Pertamina kemasan 3 kilogram menggunakan Analisis Faktor dan Analisis Kluster; (2) Penelitian lanjutan mengenai “Proses Difusi dan Adopsi Produk LPG Pertamina Kemasan 3 Kilogram Melalui Jalur Komunikasi dan Sistem Sosial”