Kebijakan pemerintah Indonesia tentang hisab dan Rukyat

Rukyat awal bulan-bulan Ramadan, Syawal, dan/atau Zulhijah yang diisbatkan cenderung menguatkan prediksi hisab yang berkembang pada masa isbat. Tesis di atas sama dengan hasil penelitian Thomas Djamaluddin dan Nabhan Maspoetra yang masing-masing mengatakan bahwa rukyat hilal yang diisbatkan oleh Menteri Agama semata-mata disebabkan sumpah yang dilakukan oleh para perukyatnya, tanpa didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang dapat diterima secara astronomis, kecuali pada beberapa keputusan, dan keberhasilan rukyat adalah keberhasilan yang diterima kebenarannya oleh Sidang Isbat. Perbedaan hasil penelitian penulis dengan kedua penelitian di atas terletak pada kriteria yang digunakan setelah menganalisisnya dengan kriteria-kriteria yang telah ada sebelum, pada saat, dan sesudah keputusan dikeluarkan, dan mengaitkannya sedangkan kesimpulan Djamaluddin diperoleh setelah menganalisisnya secara ilmiah-astronomis, sementara hasil penelitian Nabhan diperoleh setelah memperhatikan identitas agama para saksi dan sumpah-sumpah yang diangkatnya. Perbedaan lainnya adalah kesimpulan penulis setelah meneliti keputusan-keputusan yang dikeluarkan pula masa-masa sebelum dan sesudah pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, sementara kesimpulan kedua penelitian lainnya bersifat umum, tidak memperhatikan waktu sebelum dan/atau sesudah pembentukan organisasi tersebut. Kesimpulan penulis juga berbeda dengan hasil pengamatan sebagian komunitas akademik lain karena mereka menganalisis dan menilai rukyat hilal yang diisbatkan berdasarkan visibilitas hilal ilmiah-astronomis murni. Sumber utama penelitian ini adalah Keputusan-Keputusan Menteri Agama tentang penetapan awal-awal bulan Ramadan, Syawal, dan/atau Zulhijah yang dikeluarkan sejak tahun 1962 M/1381 H sampai dengan tahun 1432 H/2011 M, yang dibaca dengan prinsip-prinsip: metodologi dan teori hukum Islam serta teori-teori penentuan awal bulan Kamariah menurut yang dipedomani dan diputuskan oleh Pemerintah Indonesia, baik sebelum pembentukan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama maupun sesudahnya, dan menurut sistem hisab yang berkembang di Indonesia, yang diperkaya dengan analisis ilmu-ilmu lainnya