Kajian tentang pengupahan dai menurut enpat mazhab

Kesimpulan disertasi ini adalah kerja dakwah merupakan kerja qurbah yang memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam jajaran kerja profesi dan orang yang bekerja di dalamnya berhak mendapatkan upah yang layak dengan tetap memperhatikan ciri kerja qurbah yaitu keikhlasan. Penulis dalam hal ini berbeda pendapat dengan Abu Hanifah dan para ulama awal kalangan Hanafi dalam : 1) Al-Sarkhasi, Al-Mabs??, (Beirut: D?r al-Ma?rifah, 1409 H) yang menyatakan bahwa orang yang mengajar Alquran adalah pengganti Rasulullah, sebagaimana Rasulullah tidak mengambil upah maka penggantinya juga tidak boleh; 2) Al-K?s?n?, al-Bad?�i? al-?an?�i? (Beirut: Mu?assasah al-T?r�kh al-?Arab?, 1421 H ) yang menyatakan bahwa mengajarkan Alquran adalah bagian daripada amal qurbah yang pahalanya kembali kepada orang yang mengajarkannya. Al-Alb?ni, dalam Akh? al-Ujrah �ala Alquran, menyatakan bahwa mengajarkan Alquran adalah ibadah, dan ibadah tidak boleh mengambil upah. Disertasi ini memperkuat pandangan Mazhab Maliki dalam Ibnu Rushd, Al-Bay?n wa al-Ta???l (Beirut: D?r al-Gharb al-Isl?mi, 1408 H ) yang menyatakan bahwa mengajarkan Alquran hukumnya bukan wajib bagi seseorang, karena itu dia boleh mengambil upah jika diminta untuk mengajar; Mazhab Syafii dalam Al-Nawawi, Shar? ?a??? Muslim (Beirut: D?r al-Kutub al-�Ilmiyyah) yang menyatakan bahwa hadis tentang mengobati orang sakit dengan surah Fatihah adalah pernyataan yang sangat jelas tentang bolehnya mengambil upah dari membacakan Alquran; Mazhab Hambali dalam Ibnu Qud?mah, al-Mughni (Beirut: D?r al-Kit?b al-�Arab?), yang menyatakan bahwa jika guru ngaji boleh mendapatkan gaji dari baitulmal maka seharusnya mereka juga boleh mengambil upah seperti membangun masjid dan jembatan. Pandangan ulama baru Hanafi dalam al-Zaila?i, Taby?n al-?aq?�iq (Mesir: Al-Ma?ba?ah al-Am?riyyah, 1313 H), yang menyatakan jika sekarang tidak dibuka pintu kebolehan mengambil upah dari mengajarkan Alquran, maka kemungkinan Alquran akan lenyap, karena para penghafal Alquran sibuk dengan pekerjaan mereka dan sedikit sekali yang memiliki waktu untuk mengajarkan Alquran tanpa bayaran. Fat?w? al-Lajnah al-D?�imah (Riyad: Al-Id?rah al-�?mmah li al-?ab?i, 1417 H) yang menyatakan bahwa mengambil upah dari mengajarkan Alquran dan mengajarkan ilmu adalah boleh, karena manusia membutuhkan pengajaran, dan bagi guru sulit untuk mengajar tanpa upah karena waktunya habis untuk mengajar. Ahmad Hasan dalam Na?ariyyat al-Uj?r f� al-Fiqh al-Isl?m? (Dimasyq: D?r Iqra?, 2002 M) yang menyatakan bahwa pada hari ini sudah tidak relevan lagi untuk berpolemik tentang tidak bolehnya mengambil upah dari mengajarkan ilmu-ilmu agama, karena fatwa tidak boleh muncul pada saat ulama terdahulu kehidupannya ditanggung oleh baitulmal atau oleh negara dengan kadar kebutuhan yang berkecukupan. Sekarang baitulmal sudah tiada, karena itu mengambil upah dari mengajar adalah boleh, agar ilmu agama tidak menghilang di masyarakat, karena kalau guru sibuk dengan urusan dunia mereka untuk kebutuhan hidup mereka, maka pengajaran ilmu agama akan terbengkalai