Kebijakan politik pendidikan era erde baru dan era reformasi dalam penyelengaraan madrasah

Kesimpulan besar disertasi ini menunjukkan bahwa pada zaman orde baru kebijakan pendidikan bersifat sentralistik baik untuk sekolah/madrasah. Sedangkan pada jaman reformasi kebijakan operasional bagi lembaga pendidikan di bawah naungan Diknas bersifat desentralistik seiring dengan semangat otonomi daerah. Adapun lembaga pendidikan yang di bawah naungan Depag sama dengan pada masa orde baru, yakni sentralistik. Penelitian akademisi tentang kebijakan dilakukan oleh Karel A. Steenbrink (1975), M. Sirozi (1994), Maksum (1999), Husni Rahim (2005), dan Abuddin Nata (2006). Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan disertasi ini terletak pada objek kajian yang berfokus pada kebijakan negara tentang posisi madrasah sama dengan sekolah umum. Dalam penelitian ini, dilakukan studi eksploratif terhadap data yang relevan dengan objek kajian yang bersumber dari data primer dan data skunder. Oleh karena itu, studi ini dimaksudkan menelusuri data dalam berbagai sumber. Untuk menemukan data primer, peneliti melakukan penelusuran literatur yang berhubungan secara langsung dengan objek yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tentang madrasah dalam perspektif kebijakan pemerintah masa pemerintah orde baru dan pemerintah era reformasi di Indonesia, yang ditemukan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang otonomi daerah, peraturan pemerintah, keputusan dan instruksi presiden, dan keputusan-keputusan menteri. Objek kajian penelitian ini adalah kebijakan pemerintah orde baru dan pemerintah era reformasi tentang madrasah dilihat dari aspek posisi madrasah sama dengan sekolah umum. Sumber data primer penelitian ini terdiri atas manusia berupa kata-kata dan tindakan hasil wawancara dengan informan dan dokumen perundang-undangan pendidikan pada pemerintahan Orde Baru dan Era Reformasi. Temuan penelitian ini adalah; Pertama, perhatian pemerintah terhadap pendidikan madrasah pada zaman Orde Baru, baru muncul setelah adanya SKB 3 Menteri yang menyatakan bahwa 70 % pendidikan umum dan 30 % pendidikan agama, yang secara legalitas formal perundang-undangan dinyatakan setara antara madrasah dengan sekolah. Kedua, pendidikan madrasah pada masa Reformasi secara legalitas formal madrasah sama dengan sekolah. Namun, secara realitas terjadi ketidaksamaan antara madrasah dengan sekolah terlebih ketika tuntutan 8 standar harus terpenuhi oleh madrasah yang serba terbatas baik dana, sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarananya