Model Analisis Kapasitas Pasar yang Berkelanjutan Pada Lintasan Penyeberangan: Studi Kasus Lintasan Penyeberangan Merak-Bakauheni

Lintasan Penyeberangan Merak-Bakauheni merupakan lintasan penyeberangan terpadat di Indonesia. Dimana saat ini mengalami oversupply dengan dilayani 69 unit kapal dan mengalami peningkatan jumlah armada sebesar 10% per tahun sehingga mengakibatkan tingkat okupansi kapal rendah. Hal tersebut dikarenakan peningkatan jumlah kapal tidak diimbangi dengan peningkatan arus permintaan penyeberangan yang hanya sebesar 3,2% per tahun. Berdasarkan kondisi tersebut dilakukan analisis kapasitas pasar agar dapat berkelanjutan, kondisi tidakberkelanjutan terjadi pada saat kapasitas produksi kurang dari kapasitas terpasang dan nilai profit kurang dari nol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting persentase keterpakaian sebesar 65% dengan jumlah produksi sebesar 130,4 Juta SUP dan kapasitas terpasang sebesar 202,06 Juta SUP. Kapasitas terpasang minimal yakni dengan 24 unit kapal dan 6 pasang dermaga (batas minimal) diperoleh keterpakaian sebesar 98,2% dengan kapasitas terpasang sebesar 132,8 Juta SUP. Profit minimal yakni dengan 79 unit kapal dan 6 pasang dermaga (batas maksimal) menghasilkan persentase keuntungan 0,9% dari total biaya dan menghasilkan profit sebesar Rp 22,33 Miliar. Titik optimum pada kondisi eksisting dengan 6 pasang dermaga didapatkan 36 unit kapal utama dan 4 unit kapal cadangan menghasilkan persentase keterpakaian sebesar 59% dari total kapasitas terpasang 222,79 Juta SUP dan menurunkan total biaya hingga 29% dari Rp 2.461 Miliar menjadi Rp 1.748 Miliar. =================================================================================================== Merak-Bakauheni is the busiest ferry line service in Indonesia which goes through an oversupply with 69 units of vessels and total increase in fleet amount by 10% per year. Those kinds of conditions causing decreased vessel occupancy level. The decrease of vessel occupancy level is the outcome of a significant increase in the number of vessel which not offset by an increase in the current demand crossing with average increase in demand of only 3,2% annually. Therefore, analytical model of sustainable market capacity is completed, the unsustainable condition happened when production capacity is less than installed capacity and the profit value is less than zero. The result shows that usage percentage existing condition is 65% with total production of 130,4 million SUP and installed capacity of 201,06 million SUP. The minimum installed capacity of 24 vessels units and 6 pair of piers (minimum boundary) with obtained usage of 98,2% and installed capacity of 132,88 millions SUP. The minimum profit with 79 vessels units and 6 pair of piers (maximum boundary) produce profit percentage of 0,9% from total cost and produce total profit of Rp. 22,33 billions. The optimum point on existing condition with 6 pair of piers obtained 36 primary vessels units and 4 reserved vessels unit produce usage percentage of 59% from total installed capacity 222,79 SUP and decreasing total cost up to 29% of Rp. 2.461 billions to Rp. 1.748 billions