Perilaku Petani terhadap Risiko Produksi dan Upaya Peningkatan Pendapatan Usahatani Tebu Keprasan (Kasus di Desa Arjowilangun, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang)

Salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran strategis di Indonesia adalah tanaman tebu (Rohmah, 2014). Peran strategis tebu dalam perekonomian Indonesia dikarenakan tebu merupakan bahan baku dalam industri gula. Produksi tebu di Indonesia berasal dari sembilan Provinsi yang menjadi sentra produksi tebu, dengan produsen terbesar dari tahun 2012-2017 adalah Provinsi Jawa Timur. Produktivitas tebu pada Provinsi Jawa Timur mengalami fluktuasi pada periode tahun 2015-2017. Sentra produksi tebu dengan tingkat produktivitas tebu tertinggi di Jawa Timur adalah Kabupaten Malang. Upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi tebu untuk dapat memenuhi kebutuhan gula tidaklah mudah, karena terdapat permasalahan produksi yang tidak terlepas dari adanya risiko produksi yang dihadapi petani. Menurut Nelson et al., (1978) risiko produksi terjadi karena adanya variasi hasil akibat berbagai faktor yang sulit diduga seperti cuaca, penyakit, hama dan waktu pelaksanaan kegiatan usahatani. Selain itu, risiko usahatani mampu mempengaruhi perilaku petani dalam menghadapi risiko (Roger dan Engler, 2008). Penelitian mengenai risiko sangat penting untuk dilakukan, hal ini terkait dengan pengambilan keputusan petani khususnya pada kegiatan produksi. Penelitian mengenai risiko produksi pada usahatani tebu sudah banyak dilakukan, namun penelitian tersebut tidak melakukan analisis mengenai perilaku petani dalam menghadapi risiko dan pengaruhnya terhadap pendapatan. Selain itu, penelitian mengenai perilaku petani dalam menghadapi risiko juga sudah pernah dilakukan, namun belum ada yang berfokus pada komoditas tebu. Oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui “Sejauh mana perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi tebu berpengaruh pada tingkat pendapatan”, agar diperoleh masukan untuk meningkatkan pendapatan petani pada usahatani tebu di Desa Arjowilangun, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang dengan berusaha mendorong perilaku petani tebu agar lebih berani menghadapi risiko. Secara rinci masalah tersebut dapat dirumuskan dalam peryataan penelitian sebagai berikut; (1) bagaimana tingkat pendapatan usahatani tebu keprasan di lokasi penelitian?, (2) bagaimana tingkat risiko pada usahatani tebu keprasan di lokasi penelitian?, (3) bagaimana perilaku petani terhadap risiko produksi tebu keprasan di lokasi penelitian?, (4) bagaimana pengaruh perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi tebu keprasan terhadap pendapatan? Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi tebu keprasan terhadap tingkat pendapatan di lokasi penelitian. Alat analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah t-test untuk mendeskripsikan tingkat pendapatan usahatani tebu, analisis nilai CV untuk mendiskripsikan tingkat risiko produksi tebu, analisis fungsi produksi tebu sebagai dasar perhitungan nilai K(s) dan analisis fungsi pendapatan usahatani tebu dengan menambahkan variabel dummy perilaku petani dalam menghadapi risiko untuk mengetahui pengaruh perilaku petani terhadap pendapatan. Populasi dari penelitian ini adalah 114 petani tebu di Desa Arjowilangun, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling berdasarkan luas lahan garapan, sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 30 petani tebu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendapatan usahatani tebu di lokasi penelitian tergolong rendah, hal ini ditunjukkan dengan rata-rata pendapatan usahatani tebu di lokasi penelitian yang lebih rendah dibandingkan rata-rata tingkat pendapatan usahatani tebu pada penelitian terdahulu di Jawa Timur. Kemudian, tingkat risiko produksi tebu keprasan di Desa Arjowilangun tergolong rendah, hal ini ditunjukkan dengan nilai CV sebesar 0,434 serta berdasarkan jawaban petani sampel sebanyak 53,3% dari total sampel menyatakan bahwa produksi usahatani tebu keprasan tidak berisiko. Perilaku petani terhadap risiko di lokasi penelitian sebagian besar adalah perilaku menghindari risiko (risk averter) yang ditunjukkan dengan 60% atau 18 petani yang berperilaku menghindari risiko (risk averter) dan 36,67% atau 7 petani berperilaku netral terhadap risiko (risk neutral) dan sisanya 3,33% atau 1 orang berperilaku berani terhadap risiko (risk taker). Perilaku petani terhadap risiko berpengaruh positif terhadap tingkat pendapatan pada usahatani tebu keprasan. Oleh karena itu, terdapat pengaruh perilaku petani dalam menghadapi risiko terhadap tingkat pendapatan usahatani tebu keprasan, dimana pendapatan petani risk neutral lebih tiggi dibandingakn pendapatan petani risk averter