Pemilihan Umum Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Ditinjau Dari Hukum Islam

Kelik Maryadi. 2012. Pemilihan Umum Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Ditinjau Dari Hukum Islam. Skripsi, Jurusan Siyasah Jinayah, Fakultas Syariah. Pembimbing: (I) DR. Sukarni, M.Ag., (II) H. Bahran, SH.MH.\ud \ud Penelitian ini bertolak dari pemikiran bahwa menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah harus memliki tata cara yang sesuai dengan undang-undang dinegara kesatuan republik Indonesia dan tidak bertentangan Hukum Islam. \ud Berdasarkan permasalahan di atas, Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana tata cara pemilihan dan pengesahan pengangkatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung menurut pemilihan dengan membahasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang kemudian ditinjau dari perspektif Hukum Islam.\ud Melalui teknik analisis kuantitatif yaitu dengan mengkaji secara mendalam mengenai tata cara pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung yang menghasilkan temuan-temuan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah Pemilihan Kepala Daerah dalam hukum yang berlaku sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah adanya jaminan hak-hak dasar terbatas pada Undang-Undang, kedaulatan rakyat yang penerapannya melalui pemilihan secara langsung dengan bentuk pencoblosan gambar calon terpilih, dan prinsip mayoritas, dalam bentuk penentuan akhir dari pemilihan adalah suara terbanyak rakyat dalam perolehan suara. Adapun Pilkada telah memiliki aturan pemilihan secara jelas, dan adanya pembatasan oleh UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemeritahan Daerah, dalam pemberian hak-hak dasar dalam pemilihan. sedangkan pada pemilihan kepala daerah, jaminan hak-hak dasar dalam pemilihan terlalu dibatasi secara rinci oleh UU No. 32 tahun 2004, dan pemilihan langsung dilaksanakan hanya dalam bentuk pencoblosan gambar, itu yang membuat pemilihan tidak sesuai dengan yang dinginkan, karena pencoblosan gambar membuka peluang besar adanya terjadinya manipulasi perolehan suara.\ud Sedangkan dari tinjauan Hukum Islam mekanisme pengisian jabatan kepala daerah dengan sistem pemilihan langsung, belum pernah dipraktekkan oleh pemerintahan-pemerintahan Islam zaman dahulu, bahkan dalam skala yang lebih besar, mekanisme pengisian jabatan khalifah juga belum pernah dilaksanakan dengan sistem pemilihan langsung. Berbicara tentang pemilihan kepala daerah langsung dalam perspektif hukum Islam, tentu tidak akan terlepas dari “al-Qur’an dan hadits”, yang nota bene-nya merupakan dokumen penting dan wajib diikuti oleh umat Islam untuk keberlangsungan hidup beragama dan bernegara. Pada masa sekarang, dengan banyak tersebarnya orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang Islam, maka fungsi utama kepala daerah bukan lagi sebagai pengajar tentang Islam, tapi lebih kepada fungsi pengawasan agar ajaran-ajaran Islam tidak diselewengkan oleh oknum-oknum tertentu. Berdasarkan realita seperti ini, maka tidak ada salahnya mekanisme pengisian jabatan kepala daerah dilakukan dengan sistem pemilihan langsung