Putusan Pengadilan Agama Banjarmasin tentang Penetapan Wali ‘Aḍal (Analisis Putusan Nomor: 0219/Pdt.P/2010/PA.Bjm)

Miftahur Rahmah. 2013. Putusan Pengadilan Agama Banjarmasin tentang Penetapan Wali ‘Aḍal (Analisis Putusan Nomor: 0219/Pdt.P/2010/PA.Bjm) Skripsi, Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah. Pembimbing: (I) H. Bahran, SH., MH (II) Zainal Muttaqin, S.Ag., M.Ag.\ud Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya permohonan penetapan wali ‘aḍal di Pengadilan Agama Banjarmasin dengan nomor perkara 0219/Pdt.P/ 2010/PA.Bjm. Adanya permohonan ini sebagai bentuk dari perlawanan terhadap penolakan atau keengganan ayah dalam menikahkan anak gadisnya dikarenakan calon mempelai pria bukan keturunan habib. Dengan adanya penetapan wali ‘aḍal tersebut, maka pemohon dapat melangsungkan pernikahan dengan wali hakim. Sementara itu, baik dalam Undang-undang Perkawinan, KHI maupun PMA No.30 tahun 2005 tidak merumuskan tentang hal-hal yang berkenaan dengan kebolehan/ketidakbolehan dalam ‘aḍal-nya wali yang dapat dibenarkan sehingga Hakim mempunyai pertimbangan sendiri dalam memutuskan ‘aḍal-nya wali apakah keengganannya tersebut beralasan menurut hukum atau tidak.\ud Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum oleh Hakim Pengadilan Agama Banjarmasin tentang penetapan wali ‘aḍal dan bagaimana analisis putusan tersebut dalam perspektif fiqih.\ud Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat studi dokumenter dimana peneliti menggunakan bahan hukum sekunder, yakni dengan mengkaji putusan Pengadilan Agama Banjarmasin tentang penetapan wali ‘aḍal sebagai instrumen bahan hukum. Analisis yang digunakan dalam penelitian berupa analisis deskriptif kualitatif yang menghasilkan temuan bahwa:Tidak ada dalil yang melarang pernikahan wanita Syarifah dengan laki-laki non Sayyid. Namun, beberapa ulama Fiqih melarang pernikahan Syarifah dengan laki-laki non Sayyid dikarenakan keturunannya nanti tidak dapat disebut Syarif/Sayyid lagi sehingga putus hubungan keturunannya dengan Nabi saw., demi menjaga gelar tersebut maka seorang Syarifah harus menikah dengan laki-laki Sayyid. Hal ini dilakukan untuk menjaga kemurnian nasab yang mulia