Persepsi Hakim Pengadilan Agama Banjarmasin Terhadap Hak Opsi Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

Nurul Qaimah, 2010. Persepsi Hakim Pengadilan Agama Banjarmasin Terhadap Hak Opsi Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Skripsi Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah. Pembimbing (I) Drs. H.M Hanafiah M.Hum, (II) Diana Rahmi S.Ag, MH.\ud Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya ketentuan tentang hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah. Munculnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, khususnya pasal 55 Bab IX yang didalamnya memuat beberapa lembaga penyelesaian sengketa atau badan Peradilan, sehingga melahirkan pilihan hukum. Serta terjadi perbedaan penafsiran dan persepsi diantara Hakim Pengadilan Agama Banjarmasin mengenai hal tersebut.\ud Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi Hakim Pengadilan Agama Banjarmasin terhadap Hak Opsi Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah serta alasan dan dalil yang dikemukakan.\ud Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dan melalui pendekatan deskriftif kualitatif. Karena itu, untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis menggunakan teknik wawancara, kemudian dilakukan pengolahan data dengan teknik editing, kategorisasi, dan matrikasi. Setelah data diperoleh, selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan mengacu pada landasan teori.\ud Hasil penelitian menunjukkan : Pertama, Persepsi para hakim Pengadilan Agam Banjarmasin mengenai hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah terbagi ke dalam dua kelompok. Pendapat kelompok pertama yang dikemukakan tiga orang responden (SHL, MKS, dan HJD) menyatakan bahwa setuju terhadap hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah. Pendapat kelompok kedua yang dikemukakan lima orang responden (MMH, SY, AH, ZS, dan MJT) menyatakan tidak setuju terhadap hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah. Kedua, kelompok responden yang setuju terhadap hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah beralasan bahwa pilihan hukum ini berkaitan dengan hukum perjanjian dan penyelesaian sengketa sesuai dengan isi akad, memberikan alternatif pilihan bagi para pihak, dan berpedoman pada hukum positif berupa Pasal 1338 KUH Perdata, Pasal 1233 KUH Perdata, Pasal 55 UU No, 21 tahun 2008, serta Pasal 58 UU No. 48 Tahun 2009. Sedangkan kelompok responden yang tidak menyetujui beralasan bahwa hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah dipandang akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi para pihak dikalangan umat Islam, bersinggungan dengan politik hukum, dan akan membingungkan masyarakat sehingga cenderung tidak memiliki kepastian hukum, serta bidang ekonomi syariah sudah merupakan kewenangan mutlak Pengadilan Agama (Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006). Adapun dari persepsi para hakim tersebut terlihat bahwasanya lebih dominan tidak setuju terhadap adanya hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah, dimana perbedaan pendapat antara para hakim juga dipengaruhi oleh perbedaan kultur dasar pendidikan yang pernah ditempuh, pengetahuan, serta pengalaman yang dimiliki para responden