Mekanisme kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddiq

Muznah, 2011. “Mekanisme kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddiq". Skripsi Jurusan Siyasah Jinayah, Fakultas Syariah. Pembimbing: (I) Drs. H. M. Amin Dj, MA. (II) Dra. Hj. Nurwahidah, M.HI.\ud \ud \ud Latar belakang penelitian ini adanya pertemuan di Bani Saidah dimana perdebatan dan saling berbantahan dilakangan kaum Anshar yang berebut tentang kepemipinan pengganti Nabi Saw. Kemudian datanglah Umar, Abu Ubaidah dan Abu Bakar, yang akhirnya jadilah forum musyawarah atau dialog yang alot dan terbuka, dengan keputusan mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah.\ud Jenis penelitian ini adalahpenelitian kepustakaan (library research) yang bersifat studi literatur. Untuk menggali datanya digunakan teknik survey kepustakaan dan studi literatur. Selanjutnya dianalisis secara kualitatif.\ud Data yang diperoleh bahwa: mekanisme pergantian kepemimpinan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq, ialah melalui musyawarah terbuka di Bani Saidah melalui pemilihan terbuka di antara lima tokoh, yaitu Abu Bakar, Umar, Abu Ubaiddah, Basyir bin Saad dan Aqsid bin Khudair. Dengan didasari prinsip pemikiran: sebagai imam (pemimpin) dalam sholat ketika Rasul berhalangan. Kemudian berdasarkan kesukuan yang reputasinya demi “integritas bangsa dan negara”, yaitu berasal dari suku terhormat, suku Quraisy. Kemudian Abu Bakar di bai’at dengan dua tahap, yakni oleh elit (bai’at khusus) bertempat di Bani Saidah, dan bai’at oleh massa (‘ummah). Gaya kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddiq dan mekanisme dalam menyelesaikan permasalahan ialah meskipun beliau seorang gayanya yang lemah lembut, tetapi beliau amat percaya diri (self convident) dan sangat tegas dalam hal-hal yang dipandang dapat membahayakan agama dan negara. Gaya kepemimpinannya juga bersifat sentralistik, dimana khalifah memegang semua kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif berada di tangan Khalifah. Namun beliau sering kali bermusyawarah dengan para sahabat yang lain, sebagaimana yang dahulu pernah dipraktekkan oleh Rasulullah Saw.\ud Hasil analisis, mekanisme pergantian kepemimpinan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq termasuk hukumnya fardhu kifayah, sehingga mesti dilakukan, dan secara konstitusional dilakukan oleh ahlul halli wal aqdi. Setelah disepakati kemudian dilakukan bai’at sebagai proses pengakuan untuk mematuhi atau menaati imam yang telah dikukuhkan setelah dilaksanakan permusyawarahan. Faktanya memang Abu Bakar diangkat melalui bai’at terbatas di Saqifah Bani Saidah, kemudian bai’at umum oleh rakyat atau penduduk Madinah di Masjid Nabawi. Dalam melaksanakan kepemimpinannya dilakukan dengan kedisiplinan, kepercayaan dan ketaatan yang tinggi dari rakyat terhadap integritas kepribadian dan kepemimpinannya. Beliau juga tidak meninggalkan asas musyawarah dengan lebih dahulu mengkonsultasikannya untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin