POTENSI KONFLIK ANTARA PENGANUT AGAMA ISLAM DAN KRISTEN (Studi Kasus Pendirian Rumah Ibadah Di Desa Sungai Sirih Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi)

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Hal ini merupakan suatu kenyataan yang harus disyukuri sebagai kekayaan bangsa. Namun, kemajemukan ini juga mengandung kerawanan yang dapat memunculkan konflik antar kelompok yang berbeda. Ketika perbedaan-perbedaan ini mengemuka dan kemudian menjadi sebuah ancaman untuk kerukanan hidup, maka perbedaan tersebut menjadi konflik yang harus diselesaikan. Namun demikian, konflik antar agama sudah sering terjadi. Melihat konflik dan potensi konflik antar agama perlu dipahami sebagai sesuatu yang tak bisa lagi kita hindar dalam suatu masyarakat. Usaha yang dapat dilakukan hanyalah meminimalkan konflik. Di Desa Sungai Sirih terdapat masyarakat yang beragama Islam, Kristen, dan Katolik. Terjadi konflik antara penganut agama Islam dengan Kristen dalam kasus pendirian rumah ibadah. Bagaimana proses konflik pendirian rumah ibadah dan faktor-faktor penyebab terjadinya konflik antar umat Islam dan Kristen dalam pendirian rumah ibadah di Desa Sungai Sirih kecamatan Singingi kabupaten Kuantan Singingi. Melalui penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Ditemukan gambaran mengenai konflik antara penganut agama Islam dan Kristen. Konflik antara penganut Agama Islam dan Kristen ini disebabkan umat Kristen mendirikan rumah ibadah sesuka hatinya. Sehingga dalam proses pendirian rumah ibadah orang Kristen menimbulkan konflik. Umat Kristen juga tidak mempedulikan keputusan pemerintah yang sudah melarang tidak boleh mendirikan rumah ibadah, tetapi tetap saja mereka mendirikan rumah ibadah tersebut bahkan mereka membuat rumah ibadah yang lebih bagus. Adapun faktor penyebab terjadinya konflik yaitu: (1) sikap masyarakat Kristen yang tertutup, (2) Masyarakat Kristen tidak meminta izin terlebih dahulu kepada kepala Desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat setempat, (3) Masyarakat Kristen belum memenuhi syarat-syarat sesuai dengan Perber Menag-Medagri no 8 tahun 2006, dan (4) Keinginan umat Kristen yang terlalu kuat untuk mendirikan rumah ibadah tanpa mempedulikan keputusan pemerintah daerah