Pluralisme di Minangkabau: Bajapuik dalam Dinamika Adat Nagari Pariaman

Kehidupan masyarakat Minangkabau dapat dikatakan sebagai kebersamaan kelompok. Maka, segala urusan individu (orang perorang) menjadi urusan kelompok. Jadi, dapat dikatakan masyarakat Minang tidak mengenal kebebasan mutlak kehidupan pribadi. Tiap orang harus patuh pada ketentuan hukum kekerabatan sesuai sistem matrilinieal. Selain itu, dengan adanya ketentuan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, pada akhir abad ke-19, tata karma adat untuk tiap tahapan dilengkapi dengan ketentuan hukum Islam. Hukum Islam disini memposisikan diri sebagai ?urf. ?Urf dalam masyarakat memberidaya vitalitas dan bergerak secara dinamis dari hukum Islam dengan tidak kehilangan identitasnya sebagai hukum Islam. Hukum Islam menerima adat yang baik dan benar (al-?A>dah al-s}ah}ih}ah). Selama adat tersebut membawa maslahat untuk diterapkan dan tidak menyimpang dari tujuan shari?at Islam. Konsep tersebut dapat berlaku untuk adat yang telah melembaga di masyarakat adat Pariaman, yang secara struktural telah menjadi kultural original masyarakat setempat. Struktur pelembagaan adatnya lebih formal, karena ada yang bersifat institusional dipimpin langsung oleh kepala adat, simbol-simbol sosial yang mengandung unsur religiusitas sosial dan di perkuat oleh spiritualitas sosial terhadap keyakinan teologis tentang sanksi mora