Membangun Kerukunan Umat Beragama Di Tasikmalaya : Studi Kasus Hubungan Islam dan Kristen Etnis Tionghoa Pasca Kerusuhan Tahun 1996

Hubungan yang harmonis merupakan suatu harapan dan impian semua umat manusia, baik itu hubungan dalam keluarga, pertemanan, atau pun bersosial lainnya tanpa terkecuali dalam hidup beragama. Meskipun hubungan yang harmonis merupakan impian semua manusia namun dalam mewujudkannya bukan hal yang mudah, karena setiap orang mempunyai pemikiran dan pandangan yang berbeda dalam menyikapi suatu masalah sehingga tidak dapat dihindari akan terjadinya konflik. Walau demikian hal ini dapat diminimalisir dengan cara menjalin komunikasi yang baik sehingga dapat mencegah munculnya konflik yang disebabkan ketidakesuaian pendapat atau kesalahpahaman. Berdasarkan data yang diperoleh, di Tasikmalaya terdapat perbedaan masyarakat baik secara vertikal maupun horizontal yang rawan memunculkan konflik. Selain itu masyarakat Tasikmalaya dikenal sebagai masyarakat yang agamis terutama jika dilihat dari banyaknya jumlah Mesjid, Musholla dan Pondok Pesantren dan hal ini menguatkan budaya Islam di Tasikmalaya. Perbedaan masyarakat baik secara vertikal maupun horizontal memunculkan kecemburuan sosial dari lapisan masyarakat. Kecemburuan sosial yang terjadi adalah kecemburuan terhadap keadaan ekonomi yang ada. Sendi-sendi perekonomian di Tasikmalaya dikuasai oleh etnis Cina. Peristiwa Kerusuhan Tasikmalaya merupakan kompleksitas dari permasalahan yang ada. Masyarakat marah terhadap aparat pemerintahan dan keadaan ekonomi. Luapan kemarahan diekspresikan masyarakat melalui aksi pembakaran sejumlah fasilitas milik etnis Cina, sejumlah kendaraan, tempat-tempat peribadatan agama lain seperti Gereja dan Klenteng yang dianggap budaya asing dan simbol kemapanan. Sejak terjadinya kerusuhan ini timbul rasa ketidakpercayaan satu sama lain antara kedua umat ini, jika sebelum adanya kerusuhan mereka dapat berhubungan dan bersosialisai dengan baik namun sejak kerusuhan tersebut keduanya saling tertutup dan menaruh rasa curiga. Hal ini terbukti ketika penulis berkunjung ke salah satu gereja, para pengurus Gereja dan Pastor meminta adanya kelengkapan surat izin penelitian secara lengkap dan membatasi penulis terhadap hal-hal tertentu. Dari hasil penelitian di lapangan terciptanya kerukunan antar umat beragama di Tasikmalaya masih sangat kurang atau bisa dibilang kerukunan antar umat beragama hanya bayangan semu, forum kerukunan umat beragama hanya sebuah nama karena sebagian besar masyarakat Tasikmalaya tidak mengetahuinya