Ideologi & politik hukum islam: kajian partai politik PKS

Dalam era Reformasi, tahun 1998-2009, terjadi pergeseran trend dalam politik hukum, termasuk politik hukum Islam. Pada era sebelumnya, khususnya era Orde Baru, ranah politik hukum lebih banyak didominasi oleh eksekutif, peraturan perundangundangan tentang hukum Islam pada era ini yang inisiatifnya dilakukan oleh eksekutif. Misalnya Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ); UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; Kompilasi Hukum Islam (KHI). Di samping karena dipengaruhi oleh faktor dominannya kekuatan politik eksekutif (Presiden), faktor pemberian wewenang legislasi kepada Presiden oleh Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 juga ikut mempengaruhi dominasi eksekutif dalam ranah politik hukum Islam. Pada era Reformasi, ranah politik hukum lebih banyak didominasi oleh legislatif, dalam hal ini DPR RI. Fenomena pergeseran trend dalam politik hukum ini disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor politik dan faktor hukum. Pertama adalah faktor politik. Faktor ini berupa dorongan dari kekuatan arus besar reformasi agar dilakukan demokratisasi dalam sistem politik dan penguatan fungsi (termasuk fungsi legislasi) DPR RI sebagai representasi dari rakyat. Kedua adalah faktor hukum. Faktor ini berupa amandemen bab III UUD 1945 tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 dan bab VII Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 tentang Dewan Perwakilan Rakyat. Bab III UUD 1945 tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 yang sebelumnya berbunyi ?Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat? kemudian diamandemen menjadi ?Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat?. Sedangkan bab VII Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 tentang Dewan Perwakilan Rakyat yang tadinya berbunyi ?tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat? kemudian diamandemen menjadi ?Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang?. Amandemen tersebut membawa konsekuensi pada pergeseran ?bandul? pembentukan undangundang yang tadinya lebih dominan di eksekutif (Presiden), kemudian berubah menjadi seimbang bahkan lebih dominan di legislatif (DPR RI)