Terma Kekuasaan dalam al-Qur'an (Studi Analisis Terhadap Penafsiran ayat-ayat kekuasaan menurut Wahbah al-Zuhailî dalam al-Tafsîr al-Munîr )

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap secara deskriptif analitis tentang penafsiran Wahbah al-Zuhailî terhadap terma ayat-ayat kekuasaan dalam Qur?an melalui kitab tafsirnya yang berjudul ? al-Tafsîr al-Munîr fi al-Aqîdah wa al- Syarî?ah wa al-Manhaj?. Penulis memilih judul ini dengan beberapa alasan: Pertama : Dari kegelisahan penulis tentang arah konsep kekuasaan yang tepat dan relevan dengan kondisi zaman yang moralnya semakin memprihatinkan. kedua: melakukan analisis tentang keberadaan al-Qur?an yang relevan dengan istilah-istilah dalam kekuasaan beserta unsur-unsurnya. Ketiga, keberadaan al-Zuhailî sebagai seorang mufasir kontemporer yang menulis kitab tafsirnya dengan gaya bahasa redaksinya yang mudah, topiknya bersifat kekinian, ungkapannya yang jelas melalui pendekatan makna dan akidahnya tepat untuk generasi modern dan kondisi zaman. Untuk mempermudah penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang disusun secara deskriptif analitis, dengan menggunakan dua sumber data, yakni sumber data primer dalam hal ini Kitab al-Tafsir al-Munîr karya al-Zuhailî, dan sumber data sekunder nya terdri dari kitab tafsir,kitab-kitab lainnya dan bukubuku yang relevan dengan penelitian penulis. Alhasil, dari pembacaan yang dilakukan penulis maka dapat disimpulkan pada tesis ini; : Secara utuh makna penafsiran al-Zuhailî terhadap terma ayat-ayat kekuasaan dalam kitabnya sama halnya dengan definisi pemikir modern lainnya yakni berupa suatu kemampuan yang terdapat dalam diri manusia atau kelompok manusia yang dapat memberikan pengaruh terhadap tingkah laku orang atau sekelompok orang lain dalam berinteraksi. Penggungaan kata al-Sultân dan al-Mulk adalah dua istilah yang diperkenalkan al-Qur?an relevan dengan konsep kekuasaan, menurut al-Zuhailî terma ayat yang menggunakan istilah al-Sultân terkait dengan kekuasaan politik yang bernuansa sosiologis kemasyarakatan, Adapun al-Mulk adalah kekuasaan sebagai objek kepemilikan, dalam pandangan al-Zuhailî, Allah sebagai sebagai Tuhan Tunggal al-Malik Raja yang kemudian melegitimasi manusia sebagai khalîfah untuk memiliki wewenang di muka bumi, sehingga terdapat beberapa hamba yang Dia utus yang memiliki otoritas dalam mengatur. Persoalan kekuasaan, tidak luput dari dimensi kepemimpinan, terma yang relevan dalam terminologi pemimpin dalam al-Qur?an yang terkait dengan kekuasaan yakni al-Khalîfah dan ulu al-amri. al-Zuhailî dalam memaknai khalîfah dalam tafsirnya bahwa setiap individu adalah khalîfah yang memiliki kehendak,kemampuan, dan pengetahuan, yang diamanahkan oleh Allah untuk menjaga bumi, kemudian potensi yang dimilikinya tersebut digunakan untuk beribadah kepada Allah Swt. tugas utama khâlifah adalah memiliki kemampuan untuk berlaku adil, jadi fungsi utama khâlifah selain mengarah kepada kedudukan juga mengarah kepada kemampuan mengelolah kepemimpinan dalam pemerintahan. ûli al-amri dalam penafsiran al-Zuhaili, ia sepakat dengan pendapat para ulama tafsir yang mengatakan bahwa ûlîl al-amri adalah para ahl halli wal aqdi (Dewan permusyawaratan pemerintah) penegak hukum, mereka yang memegang otoritas pemerintahan, atau para ulama yang diberikan otoritas dalam menjelaskan hukum-hukum syariah kepada manusia, maka kewajiban untuk taat kepada pemegang hukum kekuasaan (pemilik otoritas), pimpinan tentara perang, serta kewajiban mentaati ulama yang otoritatif yang menjelaskan hukum-hukum syariah. Menurut al-Zuhailî apabila terjadi perbedaan pendapat di antara manusia dan ulîl amri, al-Zuhailî memberikan solusi, ia memberikan solusi teks untuk kembali ke al-Qur?an dan as-Sunah dan kembali ke kaidah-kaidah ( usul fiqh ) dengan mengambil sesuatu yang disepakati serta menolak yang bertentangan dengan keduanya. Penafsiran al-Zuhaili terhadap terma ayat-ayat kekuasan ini memberikan ide bahwa kekuasan yang dibangun melalui semangat moralitas dan etika agama akan mengarahkan pemegangnya pada upaya untuk memihak kepada masyarakat yang dipimpinnya dengan kebijakan-kebijakan yang seantiasa dipertimbangkan kemudian dipertanggung jawabkan di hadapan masyarakat dan Allah Swt