Pemahaman, keyakinan dan penglaman masyarakat muslim di desa Kopang

Tesis ini membuktikan bahwa akulturasi Islam dengan budaya lokal Sasak di Desa Kopang Rembige, telah menjadikan Islam dan budaya adat Sasak menjadi satu kesatuan yang utuh, inheren, dialektis dan sinergis dalam membentuk jati diri masyarakat Sasak. Itulah sebabnya kemudian banyak dari ajaran Islam ditemukan dalam pelaksanaan budaya adat Sasak tersebut. Dengan akulturasi tersebut pula, budaya adat Sasak diyakini bersumber dari Islam. Akulturasi Islam dengan budaya adat Sasak ditemukan pada falsafah hidup dan praktek ritual adat. Integrasi Islam dengan budaya adat Sasak tersebut merupakan konsekwensi dari paradigma pemahaman mengenai geneologi-historis nama suku Sasak dan nama pulau Lombok. Sasak sebagai nama suku berasal dari kata Sa'sa' yang berarti satu-satunya, sendirian dan istimewa. Sedangkan Lombok sebagai nama pulau berasal dari kata Lombo' yang berarti lurus dan benar. Kedua nama ini merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak boleh dipisahkan, sehingga jika digabungkan akan bermakna : satu-satunya jalan yang lurus, benar dan istimewa. Makna ini diidentikkan dengan ajaran tauhid Islam yang benar dan lurus. Dengan demikian, saluran, pola dan aspek integrasi Islam dengan budaya adat Sasak adalah saluran integrasi melalui metode akulturasi yang pada dasarnya lebih bersifat simbolik, yakni, melalui konsep pemaknaan terhadap nama suku Sasak dan nama pulau Lombok. Ada pun pola pemahaman, terbatas pada masalah aqidah, ahlak, hukum, dan ibadah yang terbagi ke dalam dua pola orientasi, yakni fiqh dan tarekat. Keyakinan masyarakat Sasak pada kekuasaan Tuhan bersifat pasrah atau predestination, terutama dalam masalah takdir Tuhan, sehingga bersifat dogmatis, taklid, tradisional dan eksklusif. Sedangkan dari aspek pengamalan atau ibadah, yang mutlak untuk dijalankan adalah yang bersifat wajib, terutama rukun Islam yang lima. Dan ibadah ini memiliki tambahan, yakni, dalam bentuk perayaan-perayaan hari besar Islam, seperti berziarah ke kuburan dan membangun sarana ibadah. Tesis ini memperkuat dan membantah beberapa penelitian sebelumnya, yakni: 1. Penelitian ini memperkuat temuan Ahmad Abd. Syakur, Islam dan Kebudayaan: Akulturasi Nilai-nilai Islam dalam Budaya Sasak, (Yogyakarta: Adab Press, 2006). Penelitian Abd. Syakur tidak sampai pada pembahasan mengenai bagaimana pengaruh integrasi Islam dengan budaya adat Sasak terhadap tipologi Islam masyarakat Sasak. Sedangkan penelitian saya justru mengkaji bentuk dan tipologi pemahaman, keyakinan dan pengamalan Islam masyarakat Sasak, khususnya di Desa Kopang dalam bingkai integrasi Islam dengan budaya adat Sasak yang merupakan konsekwensi dari metode akulturasi. 2. Penelitian ini membantah temuan Harpandi Dahri, Persepsi dan Sikap Keagamaan Masyarakat Terhadap Keramat Para Wali di Lombok Nusa Tenggara Barat, (Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta, 2004). Dahri menilai Islam Wetu Lima sebagai Islam yang benar. Padahal Islam Wetu Lima masih melakukan ziarah dan berdo'a di kuburan tuan guru yang dianggap wali dan keramat, dan masih melakukan peraktek ritual adat tradisional Sasak. Dengan demikian, berziarah dan berdo'a di kuburan serta melakukan ritual adat tradisional Sasak bukanlah indikator untuk menilai Islam Wetu Telu sebagai Islam yang �salah�, sebab Islam Wetu Lima pun masih melakukannya. Sumber utama penelitian ini adalah data berupa kata dan tindakan masyarakat yang merupakan manisfestasi dari ajaran Islam dan budaya adat Sasak. Untuk mengetahui paradigma pemahaman, keyakinan dan pengamalan keagamaan masyarakat, dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yakni observasi dan wawancara mendalam dengan masyarakat, yang ditambah dengan metodologi dan disiplin ilmu antropologi agama, yakni antropologi sosial