Batas kemampuan menikah ditinjau dari hukum Islam (telaah analisis terhadap pasal 7 undang-undang no.01 tahun 1974)

Dari pembahasan dan uraian yang penulis kemukakan pada bab sebelumnya, maka ada kesimpulan besar yang perlu penulis ungkapkan pada bab ini Pertama, Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap bentuk kemampuan menikah yang tertuang pada Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan? Di dalam hukum Islam masalah pembatasan usia untuk menikah memang belum ada secara eksplisit. Pada dasarnya kedudukan usia perkawinan dalam islam adalah bersifat fleksibel. Konsep pemikiran Islam hanya dipersyaratkan telah mencapai usia baligh yaitu mampu bertanggung jawab untuk membina rumah tangga baik secara ekonomi fisik, mental serta kedua mempelai dianggap mampu dari aspek sosisal baik memiliki kemampuan intelektual, spikologis dan mampu bertanggung jawab secara pribadi. Sehingga kehormatan dan kemulyaan manusia akan terjaga dan tidak meninggalkan generasi yang lemah Kedua, Bagaimana hubungan antara batas kemampuan menikah dengan usia perkawinan? Seseorang bisa dikatakan mampu menikah apabila, ia dapat bertanggung jawab sebagai seorang suami atau orang tua, seperti memberi nafkah baik lahir maupun batin, dan dapat memberikan pendidikan untuk keluarganya. Sedangkan 66 usia perkawinan akan memberikan pengaruh terhadap kesehatan reproduksi yang sangat ideal, Sehingga angka kematian dan laju pertambahan penduduk dapat dicegah. Dan pada usia perkawinan ini seseorang juga dapat memiliki kesiapan dalam hal psikologis dan social ekonomi