Analisis kesesuaian aplikasi pembiayaan akad murabahah dengan prinsip syariah pada PT. BPRS Mulia Berkah Abadi

Penelitian ini dilakukan di BPRS Mulia Berkah Abadi dengan tujuan untuk mengetahui penerapan pembiayaan akad murabahah pada PT BPRS Mulia Berkah Abadi dan mengetahui kesesuaian akad pembiayaan murabahah dengan prinsip syariah berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-analisis. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penerapan pembiayaan akad murabahah di BPRS Mulia Berkah Abadi sebagian besar telah sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000. Namun terdapat beberapa penerapan yang belum sesuai pada pembiayaan murabahah tersebut, yaitu: Pada poin pertama dan kedua mengenai syarat murabahah belum terpenuhi dimana penjual harus memiliki atau menguasai barang yang akan dijual dan kepemilikan barang hendaknya berada ditangan penjual. Selain rukun, faktor yang harus ada supaya akad menjadi sah (lengkap) adalah syarat. Syarat adalah salah satu syarat yang keberadaannya melengkapi rukun. Bila rukun sudah terpenuhi tetapi syarat tidak dipeuhi, rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak). Kemudian pada poin kesembilan bahwa akad murabahah dilaksanakan sebelum barang secara prinsip menjadi milik penjual (bank). Karena pembeli murabahah (nasabah) tersebut sebagai wakil dari pihak bank. Akad murabahah dilaksanakan bersamaan dengan akad wakalah. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip murabahah. Seharusnya akad murabahah dapat dilaksanakan setelah akad wakalah selesai dan objek murabahah tersebut secara prinsip telah menjadi hak milik bank barulah akad murabahah antara bank dengan nasabah dapat terjadi. Dengan kata lain, pembiayaan murabahah yang dilaksanakan oleh BPRS Mulia Berkah Abadi lebih tepat dikatakan sebagai akad pinjaman atau utang kepada nasabah untuk membantu nasabah menutup kekurangan atas modal awal yang dimiliki nasabah untuk membeli barang yang ada pada supplier. Disini bank tidak memenuhi ketentuan untuk menjadi seorang penjual dikarenakan barang yang dimiliki belum menjadi milik penjual. Dan ketika bentuk itu sudah menjadi akad utang piutang, maka tidak diperkenankan mengenakan tambahan atas pinjaman. Jika hal ini dilakukan besar kemungkinan bahwa hal tersebut termasuk dalam salah satu cara pengambilan rib