Persatuan Islam dan politik (oemikiran dan gerakan politik PERSIS pasca Orde Baru)

Dipilihnya PERSIS pada kajian ini, karena belum ada yang meneliti tentang PERSIS di masa reformasi. Organisasi yang didirikan pada tanggal 12 September 1923 ini di masa sekarang walaupun mengalami kemandegan dalam kaderisasi, ia mencoba bangkit dalam persaingan dakwah dan politiknya. Di masa reformasi ini PERSIS tidak hanya konsen terhadap pemberantasan tahayul, bid�ah dan churafat. Akan tetapi permasalah kontemporer seperti demokrasi, khilafah dan presiden wanita menjadi tugas tambahan bagi kelangsungan organisasi yang berpusat di Bandung ini. Selain pemikirannya yang dianggap mewakili Muslim Puritan, PERSIS di masa ini terlibat politik praktis di mana aspirasinya disalurkan kepada Partai Bulan Bintang. Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata� kata tertulis ataupun lisan dari objek yang diamati.Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan, yaitu dengan cara membaca, memahami dan menginterpretasikan informasi dari buku�buku, makalah, majalah dan sumber lain yang terkait dengan skripsi penulis. Skripsi ini berkesimpulan: Pertama, sebagai organisasi keagamaan yang berasaskan Islam, PERSIS mengharamkan wanita menjadi kepala negara. Kedua, PERSIS menerima konsep demokrasi akan tetapi demokrasi tersebut harus tidak mengsampingkan ajaran-ajaran Islam atau teistik demokrasi.Ketiga, dalam memperjuangkan syariat Islam, PERSIS lebih mengutamakan syariat Islam dalam wadah NKRI