Menghadiahkan pahala untuk orang meninggal; studi komparatif penafsiran Ibn Kats�r dan Ibn ��sy�r

Berbuat baik dalam ajaran Islam tidak dibatasi dengan siapapun, kapanpun, dan dimanapun, bahkan ketika seorang muslim telah meninggal, kita masih bisa berbuat baik kepadanya, karena hubungan kekerabatan atau apapun tidak hilang karena seseorang telah meninggal. Dalam realitas sehari-hari, terkadang misalnya kecintaan seorang anak terhadap bapaknya justru akan lebih besar ketika bapak sudah meninggal, hal ini telah berlaku sejak zaman Nabi saw. ketika banyak sahabat datang untuk bertanya kepada Nabi Saw. mengenai apa yang harus dilakukan untuk tetap bisa berbuat baik kepada orang meninggal. Jadi bisa dikatakan bahwa berbuat baik kepada orang meninggal adalah konsumsi setiap orang. Namun seiring dengan perbedaan pemahaman terhadap teks-teks al-Qur'�n dan hadis, menjadikan amalan-amalan yang biasa digunakan untuk berbuat baik kepada orang meninggal dan menjadi tradisi umat menjadi simpang siur apakah hal itu boleh atau tidak, apakah hal itu termasuk katagori bid�ah atau bukan, apakah termasuk dalam bid�ah yang hasanah atau termasuk dalam bid�ah yang dal�lah . Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana penafsiran dua tokoh mufassir lintas generasi yang berbeda dalam madzhab fiqh-nya, dan berbeda dalam sosio kulturalnya terkait perbedaan pemahaman terhadap teks-teks al-Qur'�n kemudian mengungkapkan persamaan dan perbedaannya dan dilihat mana yang lebih relevan dengan situasi dan kondisi saat ini. Sehingga bisa menjembatani perbedaan pemahaman atas teks-teks al-Qur'�n terkait ayat yang menyangkut kebaikan orang yang masih hidup terhadap orang yang telah meninggal, penelitian ini juga mengungkap apa saja amalan yang disepakati dan yang tidak disepakati, dan mengapa hal itu terjad